Senin 02 Mar 2015 15:12 WIB

Indonesia Bisa Berdaulat Energi, Asal..

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Massa dari Gerakan Mahasiswa Pembebasan melakukan unjukrasa di depan kantor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (11/8). (Republika/Tahta Aidilla)
Massa dari Gerakan Mahasiswa Pembebasan melakukan unjukrasa di depan kantor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (11/8). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi UGM, Ichsanudin Noorsy menilai, Indonesia sejatinya bisa berdaulat energi, sehingga bisa menghasilkan bahan bakar minyak yang ekonomis bagi masyarakatnya. Ichsan menjelaskan ada lima variabel yang harus diperbaiki oleh Indonesia.

Pertama, jika Indonesia hendak berdaulat energi, maka para aparatur pemerintah harus berhenti menjadi pengkhianat. Indonesia bisa berdaulat energi jika, para aparat pemerintah bisa menghentikan korupsi, dan berkhianat hanya untuk kepentingan pribadi.

Kedua, Indonesia harus berhenti berhutang, sebab hutang yang selama ini dilakukan oleh Indonesia hanyalah bentuk dari intervensi kekuatan modal. Utang semestinya tercipta untuk hal-hal yang produktif, bukan pada hal riba.

Ichsan menilai, Indonesia akan terus dicengkram oleh kekuatan modal jika tak bisa tentukan sikap. "Fenomena terdahsyat saat ini, Jokowi hutang 501 Triliiun," ujar Ichsan saat dihubungi ROL, Senin (2/3).

Ketiga, Ichsan menilai, selama ini alur antara sumberdaya, produksi dan distribusi di Indonesia tidak pernah selaras. Mestinya, ketiga komponen penting tersebut terstruktur dalam sebuah mekanisme kedaulatan. Saat ini yang terjadi di Indonesia adalah, SDA dikuasai asing, produksi dan distribusi juga ditentukan oleh asing juga.

Keempat, Indonesia harus memperkuat sektor keuangan dan sektor riil. Keduanya dinilai Ichsan mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Harusnya, perekonomian domestik mendominasi, dibanding perekonomian luar negeri. Lebih lanjut, berhubungan dengan variabel ke lima, penentuan Ekspor Impor harus jelas.

"Orientasi ekspor dilakukan jika, Indonesia mengalami surplus sumber daya, sedangkan Improt mestinya dilakukan jika Indonesia sudah benar-benar tidak bisa membuat sendiri," ujar Ichsan.

Dari kelima variabel itulah, Ichsan menilai, melihat kondisi saat ini, Indonesia malah menguntungkan luar negeri. Sebab, jika harga energi didasarkan dengan harga internasional, tetapi pendapatan bangsa didasarkan oleh domestik, maka sesunguhnya kebijakan negara tidak proposional, bahkan menguntungkan luar negeri.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement