Rabu 01 Apr 2015 20:00 WIB

Formula Kuno Bikin Premium jadi Mahal

Rep: c85/ Red: Satya Festiani
 Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak Premium di SPBU di Jakarta, Ahad (1/3).
Foto: Prayogi/Republika
Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak Premium di SPBU di Jakarta, Ahad (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akhir pekan lalu menaikkan lagi harga BBM jenis premium dan solar. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menuturkan, mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium yang ada di Indonesia lantaran proses penghitungannya yang menggunakan rumus kuno.

Dia menjelaskan, patokan alpha (salah satu variabel dalam menghitung harga BBM) yang digunakan untuk menghitung harga premium pun berubah-ubah. Misalnya, untuk harga premium sebelum 1 Januari 2015 menggunakan rumus 3,32 persen dari MOPs ditambah Rp 484 dan ditambah Gamma, sehingga mendapatkan angka alpha sebesar Rp 728 per liter.

"Sementara mulai 1 januari 2015 berubah lagi 3,92 persen di kali HIP, bukan MOPS ditambah Rp 67, jadi nilainya Rp 891 per liter," kata Faisal di kantornya, Jakarta, Rabu (1/4).

Dia melanjutkan, harga premium pada 19 Januari 2015 pun memiliki alpha yang berbeda yaitu Rp 1.195 per liter. "Rumusnya tetap 3,92 persen tapi ditambah Rp 1.022, sebelumnya Rp 672 sekarang ditambah Rp 1.022, jadi totalnya Rp 1195 per liter. Jadi ada tambahan stock of money Rp 300-Rp 350 per liter," jelasnya.

Menurut Faisal, stock of money tersebut terjadi lantaran adanya SPBU yang mengalami kerugian karena membeli premium dengan harga mahal dan menjual dengan harga murah, saat harga premium turun kala itu.

"Kemudian 19 Februari beda lagi, 3,92 persen kali HIP ditambah Rp 830, dan tidak stock of money lagi, karena harganya naik. Kalau harga naik kan dia untung. Biasa perusahaan mah kalau rugi bilang, kalau untung enggak bilang-bilang. jadi totalnya Rp 1.011 per liter," ujarnya.

Sebab itu, sambung Faisal, pihaknya meminta agar pemerintah dapat memperkokoh dan memantapkan formula penghitungan harga BBM ini agar lebih akuntabel.

"Konsekuensinya sekarang, harga premium pakai rumus ini akan mendekatkan ke harga pertamax. Pertanyaannya, pertamaxnya kemurahan atau premiumnya kemahalan. Kami berkeyakinan premiumnya kemahalan, karena rumusnya juga sudah kuno," ujarnya lagi.

Pemerintah pun dituntut untuk melakukan transparansi mengenai penghitungan harga BBM tersebut. Terlebih, BBM jenis premium atau setara Ron 98 sudah tidak dijual lagi di pasar, dan telah dilebur dengan Ron 92.

"Supaya tidak semua pihak yang berkepentingannya berbeda itu sesuka hati menyampaikan versinya, maka harus ada versi yang mantap, tidak bisa seenak udelnya bicara," lanjutnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement