REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop, melemparkan "bola panas" tentang dugaan keras bahwa Pemerintah Canberra membayar para penyelundup pengungsi agar berbalik kembali ke Indonesia dengan menyalahkan Pemerintah Jakarta yang dinilai kurang keras soal perbatasan negara.
Serangan diplomatik yang dilancarkan Bishop ini dilansir harian "The Australian", Senin (15/6), tepat di tengah ketegangan publik Australia yang mendesak Perdana Menteri Tony Abbott bercerita jujur tentang strategi yang sejatinya dilakukan Australia menolak perahu-perahu pengungsi.
Dugaan Australia membayar 5.000 dolar kepada masing-masing enam penyelundup pengungsi agar membalikkan arah perahu dari Australia ke Indonesia telah membuat pemerintahan Abbott "kebakaran jenggot", dan jajak pendapat popularitas Abbott sudah dikalahkan pemimpin partai oposisi yaitu Bill Shorten.
"Cara terbaik untuk Indonesia menyelesaikan masalah terkait kebijakan perbatasan Australia adalah dengan menegakkan hukum di perbatasan Indonesia," ujar Bishop. "Operasi perbatasan ini penting karena kapal-kapal Indonesia dengan awak kapal orang Indonesia, meninggalkan Indonesia dengan niatan melintasi perbatasan kami, dan difasilitasi oleh sindikat perdagangan manusia," tambahnya seperti dikutip dari koran "The Australian".
Hingga saat ini, PM Abbott tidak membantah tuduhan bahwa Australia membayar penyelundup manusia untuk berputar kembali ke Indonesia, dan batal menuju Australia.
Juru bicara partai oposisi untuk urusan imigrasi, Richard Marles, yakin bahwa keengganan Abbott menjawab klaim ini membuka lebar indikasi bahwa pemerintah memang memakai uang pajak rakyat untuk membayar para penyelundup manusia.
Pemimpin Partai Buruh--partai oposisi-- Bill Shorten juga menyebutkan bahwa pemerintah harus memberikan jawaban yang jelas terkait dengan tudingan ini. "Penyelundup manusia pantasnya ditempatkan di penjara, bukan dibayar dengan uang pajak rakyat Australia," katanya kepada jurnalis di Melbourne.