REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Di bulan Ramadhan, terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yakni malam lailatul qodar. Untuk menyambut malam tersebut, Keraton Kasepuhan Cirebon menggelar tradisi hajat maleman, Selasa (7/7) malam.
Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat menjelaskan, hajat maleman digelar setiap malam ganjil pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Menurut para ulama, malam lailatul qodar ada di malam tanggal ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
"Untuk menyambut malam lailatul qodar itu, Keraton Kasepuhan menggelar hajat maleman," kata Sultan.
Sultan menjelaskan, tradisi hajat maleman adalah tradisi menyalakan delepak, lilin, dan membakar ukup pengharum ruangan di setiap malam tanggal ganjil. Tradisi itu dimulai malam ini, yakni malam ke-21, di makam Sunan Gunung Jati, dari atas sampai dengan bawah makam Sultan Sepuh XIII, juga di Keraton Kasepuhan Cirebon
Untuk keperluan itu, pada Selasa (7/7) pagi, ibu-ibu wargi keraton dipimpin RA Sarifah Isye Natadiningrat, melaksanakan saji ukup lilin dan delepak untuk dikirim ke Astana Gunung Jati. Semua saji itu kemudian dibawa dari Keraton Kasepuhan ke Astana Gunung Jati, oleh lima kraman Astana Gunung Jati, yang membawa tombak, kotak, payung, dan gerbong.
"Tradisi ini merupakan salah satu dakwah (sejak zaman Sunan Gunung Jati) yang memiliki filosofi," terang Sultan.
Adapun filosofinya yakni dalam menyambut malam lailatul qodar, umat Islam harus melek (terjaga), banyak beribadah, dengan hati dan pikiran yang terang, bersih dan wangi. Hal itu dimaksudkan untuk menyambut turunnya malaikat utusan Allah yang menebar rahmat ke dunia.