Sabtu 11 Jul 2015 10:44 WIB

Kemenag Kaji Efektivitas KBIH Layani Jamaah Haji

Red: Dwi Murdaningsih
Calon Jamaah Haji sedang dianjarkan cara pemakaian kain ikhram di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (25/2).
Foto:

Eksplorasi fakta-fakta penelitian secara kuantitatif menghasilkan beberapa temuan yang sangat penting sebagai bahan kajian dalam membuat kebijakan seputar KBH. Berdasarkan pengujian statistik inferensial didapatkan hasil indeks kepatuhan KBH signifikan pada rerata 81persen yang berarti sebagian besar KBH sudah patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang ada berkaitan dengan persyaratan pendirian maupun pengelolaan KBH.

Akan tetapi masih terdapat 19persen KBH lain yang tidak patuh, dimana sebagian besar melanggar ketentuan rasio perbandingan jemaah dengan pembimbing ibadah sebesar 56,96 persen, dan kepatuhan terhadap penggunaan buku manasik dari pemerintah sebesar 40,19 persen. Sedangkan kepatuhan terhadap besaran biaya bimbingan KBH mencapai rerata sebesar 83 persen, artinya masih terdapat 17 persen KBH yang signifikan secara nasional menarik biaya lebih dari Rp 2,5 juta dengan rata-rata biaya yang mencapai Rp 4.006.100,-.

Penelitian pembimbimbingan di Arab Saudi menghasilkan bahwa manasik yang dilakukan di Indonesia, baik oleh KBH dan KUA masih meninggalkan jurang pengetahuan antara realitas kondisi yang ada di Arab Saudi dengan bahan-bahan manasik di Indonesia. Konsep-konsep tentang tawaf, sai, atau tahalul dimengerti dengan baik, namun tidak selalu dapat dioperasionalkan dengan baik ketika di Arab Saudi.

Persoalan pelayanan bimbingan, secara kualitatif KBH memiliki keunggulan dibanding TPIHI, karena umumnya jamaah haji memiliki hubungan patronase dengan beberapa KBH yang rata-rata pembimbingnya adalah tokoh agama. Namun demikian, TPIHI memiliki fungsi yang masih tetap harus diberdayakan, karena selain TPIHI merupakan ‘wakil’ pemerintah dalam kloter, juga untuk melakukan pengawasan terhadap KBH dan melakukan pembimbingan bagi jamaah non-KBH.