Sabtu 22 Aug 2015 09:26 WIB

'‎Pembebasan PPN Manjakan Pengusaha Hiburan'

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Hazliansyah
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi (kanan), Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Gede Pasek Suardika (kiri) menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/4).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi (kanan), Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Gede Pasek Suardika (kiri) menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berkaitan dengan rakyat seperti kesenian memang sesuai untuk dihapus atau dibebaskan karena sangat memberatkan. Namun untuk pembebasan PPN hiburan seperti bioskop, karaoke, atau diskotek, sebaiknya tidak dilakukan.

Hal tersebut dikemukakan oleh Uchok Sky Khadafi, Direktur Center for Budget Analysis. 

"Menteri Keuangan terlalu memanjakan dan hanya akan mengurangi pendapatan negara," ujar Uchok saat dihubungi ROL, Jumat (21/8) malam. 

Sebagian kalangan menganggap pembebasan PPN hiburan dan kesenian dapat menghilangkan pajak ganda antara pajak hiburan di tingkat daerah dan PPN di pusat. Namun Uchok menyebut tanpa pembebasan tersebut, sebenarnya bisa diatur pembagian berapa untuk daerah dan berapa untuk pusat. Artinya, tidak usah ada penghapusan PPN terhadap kesenian dan hiburan. 

"Sebetulnya saya curiga, pembebasan ini karena mungkin ada tekanan politik dari asosiasi (hiburan). Menteri Keuangan pun langsung kalah dengan tekanan ini dan mengeluarkan PMK," kata Uchok.

Menurut dia, alasan pajak ganda hanya sebuah pikiran yang tidak rasional. 

"Ya motif asosiasi hanya ingin bebas dari pajak atau setoran kecil buat negara," ucapnya. 

Perbandingannya, kata dia, kalau mereka membayar pajak ke Kementerian Keuangan akan lebih mahal bila dibandingkan dengan bayar pajak ke Pemerintah Daerah. Alhasil mereka lebih baik minta dibebaskan pajak dari Kementerian Keuangan daripada daerah.

Pemerintah menyebut langkah ini sebagai amanah dari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Namun menurut Uchok, pemerintah hanya mencari justifikasi. 

"Kalau sudah ditekan secara politik, lalu mencari alasan dalam UU untuk menbenarkan pembebasan ini," ucapnya. 

Seharusnya pemerintah mencari alasan yang lebih cerdas bila ingin membantu asosiasi biskop atau diskotek untuk bebas dari pajak PPN. 

Konsekuensi positif dari adanya penerbitan PMK Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah membuat masyarakat banyak yang pergi ke acara kesenian, bioskop, karaoke atau diskotek karena ongkosnya murah. Namun konsekuensi negatifnya adalah akan ada pengurangan pajak dari sektor ini.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement