Kamis 27 Aug 2015 20:16 WIB
Rupiah Melemah

Pengusaha Makanan Dilema Naikkan Harga

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman. Pembeli memilih produk makanan dan minumam di pusat perbelanjaan, Jakarta, Kamis (9/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman. Pembeli memilih produk makanan dan minumam di pusat perbelanjaan, Jakarta, Kamis (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kondisi ekonomi nasional yang melorot akibat penguatan ekonomi AS dan pelemahan ekonomi Cina ikut berdampak pada industri makanan dan minuman dalam negeri. Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Stefanus Indrayana mengatakan, akibat dari pelemahan ekonomi ini ada tekanan biaya yang harusnya diimbangi dengan kenaikan harga.

Hanya saja, lanjut Stefanus, ada risiko pengurangan daya beli bila harga terpaksa dinaikkan. "Tapi dilemanya tidak mungkin naikkan harga dalam kondisi begini, karena akan daya beli masyarakat juga tertekan," jelas Stefanus, Kamis (27/8).

Dengan kondisi begini, lanjut Stefanus, perusahaan masih kesulitan dalam melakukan perencanaan keuangan. Untuk itu salah satu solusinya adalah dengan melakuan efisiensi biaya bahan baku.

"Pilah-pilah mana komponen impor dan dalam negeri, kita kelapa sawit dari dalam negerigri, cost turun, gas atau batubara, kalau kita pakai tenaga listrik dari selain itu mahal, kita bisa switch," katanya.

Stefanus mengatakan, hal ini perlu dilakukan lantaran efisiensi bisa mencegah kenaikan harga jual. Pasalnya, kenaikan harga justru akan menekan daya beli masyarakat.

"Kalau harga dinaikkan, daya beli turun, industri makanan dan minuman juga makin susah," lanjutnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement