REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan optimisme lembaga jasa keuangan dalam menghadapi integrasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akhir tahun ini.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, meskipun kondisi perekonomian melemah, pemerintah dan masyarakat harus optimistis menghadapi MEA. Menurutnya, gejolak di perekonomian tidak hanya di tahun 2015 tapi akan berlanjut di 2016, terlebih adanya ekspektasi kenaikan suku bunga AS.
Kusumaningtuti menjelaskan, dalam integrasi MEA, ada lima hal yang terjadi free flow, yakni barang, jasa, investment, tenaga kerja terampil, serta modal.
Dari sektor jasa, posisi Indonesia memiliki PDB senilai 888 miliar dolar AS terbesar di Asean dan urutan ke-16 di negara G20. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai cukup tinggi dari 2,5 persen menjadi 6 persen dan turun di kisaran 5 persen tahun ini. Dari segi populasi Indonesia berpenduduk 251 juta jiwa.
Sedangkan dari sisi inflasi, Indonesia paling tinggi di Asean, artinya daya beli masyarakat Indonesia paling kecil. Dari sisi kompetitif di suku bunga, pemerintah telah berupaya menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 21 persen menjadi 12 persen tahun ini dan 9 persen tahun depan.
Dibandingkan dengan negara-negara Asean, suku bunga di kisaran 4 persen sampai 8 persen. Dari sisi akses keuangan atau financial inclussion, dibandingkan negara-negara di dunia, Indonesia baru 36 persen. Artinya, di bawah 50 persen penduduk yang menggunakan produk layanan keuangan, seperti pemegang rekening bank, polis asuransi, reksa dana, perusahaan pembiayaan, dan sebagainya.
"Jadi tantangannya cukup tinggi. Riset menunjukkan negara yang akses keuangan tinggi akan mempermudah stabilitas sistem keuangan dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi," jelas Kusumaningtuti saat memberikan kuliah umum di Perbanas Institute, Jakarta, Kamis (3/9).
Konsepsi MEA ini mendukung pertumbuhan ekonomi, memperbaiki tabungan dan investasi serta mendukung akses keuangan.
Di perbankan, integrasi MEA diwujudkan dengan kerangka Asean Banking Integration Framework (ABIF) yang akan diwujudkan pada 2020.
Dalam ABIF diupayakan ada bank yang berkualitas dengan parameter tertentu di 10 negara anggota Asean yang disebut Qualified Asean Bank (QAB). Secara umum, perbankan di Indonesia dinilai sudah siap untuk menghadapi ABIF pada 2020 dan masih ada waktu untuk persiapan.
Sedangkan untuk pasar modal ada, mencakup Trading Link atau kebebasan bertransaksi. Misalnya, seorang sopir taksi di Malaysia sudah biasa memiliki saham dia akan bisa membeli saham di Indonesia. Literasi pasar modal di Indonesia masih 3 persen, sehingga akan ada persaingan cukup ketat. Kompetitiveness Indonesia dinilai kalah dengan negara lain. Indikatornya, 63 persen saham di Indonesia dimiliki asing dan 37 persen kepemilikan SBN juga dimiliki asing.