Senin 07 Sep 2015 05:58 WIB

Miqat di Masjid Bir Ali

Masjid Miqat atau dikenal dengan Masjid Ali Aaba, yang sering juga disebut Bir Ali.
Foto: arabnews
Masjid Miqat atau dikenal dengan Masjid Ali Aaba, yang sering juga disebut Bir Ali.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Anggito Abimanyu

Jamaah haji yang akan berangkat melaksanakan ibadah umrah dari Madinah, dipastikan akan melakukan miqat di Masjid Bir Ali.  Masjid yang bersih, rapih dan anggun itu jaraknya sekitar 15 menit berkendaraan dari Kota Madinah.

Miqat sendiri artinya secara harfiah berarti batas atau garis antara boleh dan tidak, atau perintah mulai dan berhenti, yaitu kapan mulai melafazhkan niat untuk memasuki Tanah Suci.

Saat miqat, jamaah laki-laki harus sudah memakai pakaian khusus untuk umrah dan haji yang bernama ihram. Juga tidak boleh memakai alas kaki yang menutup mata kaki, tidak memakai pakaian yang dijahit dan tanpa penutup kepala. Jamaah perempuan harus menutup aurat dan hanya boleh menampakkan telapak tangan dan wajah. Lazimnya, jamaah haji melakukan mandi sunat ihram sebelum menggunakan ihram, dan berwudhu.

Apabila jamaah haji batal wudhu sewaktu perjalanan ke Makkah, tidak masalah karena dapat melakukan wudhu di lokasi pemondokan atau bahkan di Masjidil Haram di Makkah. Dalam perjalanan dari Masjid Bir Ali menuju ke Baitullah Masjidil Haram, jamaah banyak melafazhkan Talbiyyah dan mendengungkan kalimat-kalimat  thayyibah.

Terkait dengan hikmah ibadah umrah, Rasulullah SAW dalam haditsnya menyebutkan, “Orang yang mengerjakan haji dan umrah adalah tamu Allah ‘Azza wa Jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka meminta kepada-Nya niscaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun niscaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat niscaya mereka diberi syafaat.”  (Ibnu Majah).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement