REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Jumat (4/9) sore melemah sembilan poin menjadi Rp 14.179 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 14.170 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa perhatian pasar sedang tertuju ke data tenaga kerja Amerika Serikat yang akan dirilis yaitu penggajian non pertanian atau non farm payrolls (NFP), tingkat pengangguran dan rata-rata penghasilan per jam bulan Agustus. Secara keseluruhan, pasar memproyeksikan data-data itu masih cukup bagus.
"Melihat situasi itu, pelaku pasar bereaksi dengan keluar dari aset-aset mata uang beresiko, salah satunya rupiah," katanya.
DIa menambahkan bahwa jka data-data Amerika Serikat itu sesuai dengan proyeksi maka potensi kenaikan suku bunga the Fed akan semakin meningkat yang akhirnya akan mendorong penguatan dolar AS. Namun jika sebaliknya, dolar AS bisa mengalami depresiasi terhadap matoritas mata uang dunia.
Di sisi lain, lanjut dia, pernyataan Bank Sentral Eropa yang membuka peluang penambahan pelonggaran kuantitatif (QE) mendorong pelemahan nilai tukar euro dan berdampak pada mata uang di kawasan Asia. Sementara itu, Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa belum adanya sentimen positif yang mengimbangi isu global itu membuat rupiah masih berada di area negatif.
"Diharapkan pemerintah segera mengeluarkan stimulus ekonomi dalam rangka mengantisipasi dampak global sehingga rupiah tidak terdepresiasi lebih dalam," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (4/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 14.178 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 14.160 per dolar AS.