REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pemerintah Yaman di pengasingan mengatakan tidak akan menghadiri rencana pembicaraan damai yang akan ditengahi PBB kecuali pemberontak Syiah terlebih dahulu setuju untuk menarik diri dari wilayah yang telah mereka kuasai sesuai dengan resolusi PBB.
Sebuah pernyataan singkat yang diterbitkan oleh kantor presiden di pengasingan pada Sabtu (12/9) malam mengatakan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk tidak ambil bagian dalam pertemuan apa pun sampai milisi mengakui Resolusi 2216 dan setuju untuk menerapkannya tanpa syarat.
Pernyataan tersebut tampaknya bertentangan dengan pernyataan sebelumnya pekan lalu yang menyebutkan bahwa pemerintah di pengasingan mengatakan akan menghadiri pembicaraan yang direncanakan di tempat netral, yaitu Oman.
Utusan khusus PBB untuk Yaman, Ismail Ould Cheikh Ahmed telah mengumumkan bahwa baik pemerintah dan pemberontak telah setuju untuk ambil bagian pembicaraan damai tersebut.
Perundingan itu bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja untuk mencapai kesepakatan terhadap mekanisme PBB yang bertujuan agar pemberontak Houthi menarik diri dari wilayah yang mereka telah taklukkan, kata utusan tersebut.
PBB telah menyerukan berulang kali untuk gencatan senjata di Yaman, namun pembicaraan di Jenewa pada Juni lalu gagal tanpa kedua pihak yang bertikai duduk di ruangan secara bersama-sama.
Negara miskin Yaman dilanda konflik sejak Maret lalu ketika koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara terhadap pemberontak Houthi yang didukung Iran.
Oman adalah satu-satunya negara Teluk Arab yang belum bergabung dalam koalisi pimpinan Arab Saudi tersebut.