REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum menjadi khalifah, Umar gemar memakai wangi-wangian dan pakain sutra. Namun, semenjak diangkat menjad khalifah, ia justru mengganti pakaiannya yang terbuat dari kain yang kasar. Perhiasan istrinya ia jual dan uangnya dimasukkan ke kas negara (baitul mal).
Suatu hari, istrinya mendapat hadiah sebuah kalung dari seorang raja negara lain. Umar meminta istrinya memberikan kalung tersebut pada baitul mal. Istrinya menolak dengan alasan kalung itu hadiah untuknya.
“Kau diberi hadiah karena kau istri khalifah. Kalau seandainya kau bukan siapa-siapa, tentu kau tidak akan mendapatkannya,” ujar Umar mengingatkan istrinya.
Begitu juga pada suatu malam anaknya berkunjung ke kantor ayahnya. Maka, Umar bertanya terlebih dahulu, “Kau datang untuk urusa negara atau urusan keluarga?”
Anaknya menjawab bahwa ia datang untuk urusan keluarga, seketika Umar pun mematikan penerang yang ada di dalam ruangannya. Menurut Umar, penerang yang disediakan itu memakai uang kas negara, sehingga harus dipakai untuk kepentingan negara saja.
Gaya kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz diterapkan atas dasar Alquran dan sunah Rasul. Masa kepemimpinannya telah memberikan dampak positif pada negara. Dalam 2,5 tahun, seluruh rakyat merasakan kemakmuran kesejahteraan dan keamanan.
Umar juga mengadakan kerja sama dengan para ulama besar pada zamannya, seperti Hasan al Basri (ahli hadis dan fikih) dan Sulaiman bin Umar. Umar berdialog dan meminta fatwa dari mereka tentang berbagai kebijaksanaannya.
Ia mengajak mereka untuk mengajarkan rakyat tentang ilmu syariat, setia mengikuti perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Apa sebenarnya yang menyebabkan Umar sebegitu jujur dan adilnya menjadi seorang pemimpin?
Umar takut, kelak jabatannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Begitu takutnya, Umar sampai menangis tersedu-sedu meminta ampun Allah SWT.
Fatimah bin Abdul Malik, istrinya, pernah menemukan Umar sedang menangis di tempat shalatnya. Fatimah pun bertanya mengapa ia menangis?
“Wahai Fatimah, sesungguhnya aku memikul beban umat Nabi Muhammada SAW dari yang hitam hingga yang merah,” jawab Umar. “Aku memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian, dan orang-orang yang tersisihkan, teraniaya, terintimidasi, yang tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat namun hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri,” kata Umar masih tersedu.
''Aku tahu dan aku sadar bahwa Rabb-ku kelak akan menanyakan hal ini di hari kiamat. Aku khawatir, saat itu aku tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Rabb-ku. Itulah yang membuatku menangis,'' ujar Umar.