REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Sejumlah Muslim di Pakistan mencela pernyataan kandidat calon presiden Partai Republik AS Donald Trump yang menyerukan larangan masuk ke AS bagi umat Muslim, Selasa (8/12). Mereka menyebut Trump seorang fanatik yang mempromosikan kekerasan.
Pernyataan Trump mendapat banyak kritik tak hanya dari luar tapi dari dalam negeri, termasuk Gedung Putih. "Ini adalah pernyataan yang bahkan saya harap tak harus direspon," kata seorang pengacara hak asasi manusia ternama di Pakistan, Asma Jahangir.
(Baca: Trump Minta Tutup Akses Masuk Muslim ke AS)
Menurutnya, pernyataan tersebut adalah percampuran dari kefanatikan dan kebodohan. "Meskipun kami tidak maju seperti AS, tapi kami tidak pernah memilih orang-orang seperti itu berkuasa di Pakistan," kata Jahangir.
Kepala Dewan Ulama Muslim Pakistan, Tahir Ashrafi mengatakan komentar Trump mempromosikan kekerasan.
"Jika beberapa pemimpin Muslim mengatakan ada perang antara Kristen dan Muslim, kami mengecamnya. Jadi kenapa kita tidak mengecam seorang Amerika yang mengatakan itu?" kata dia.
(Baca: Gedung Putih Tolak Kampanye Anti-Muslim Trump)
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Armanatha Nasir menolak mengomentari kampanye pemilu negara lain. Namun ia mengatakan posisi Indonesia telah jelas dalam isu terorisme.
"Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia menegaskan Islam mengajarkan perdamaian dan toleransi," kata dia.
Menurutnya, aksi terorisme tidak memiliki hubungan dengan agama, negara atau ras.
Baca juga:
ISIS Mengaku Bunuh Gubernur Aden
AS akan Tempatkan Pesawat Mata-Mata di Singapura