Rabu 09 Dec 2015 22:09 WIB

Bangsa Tibet dan Islam Berhubungan Erat

Rep: c35/ Red: Agung Sasongko
Masjid di Tibet
Foto: Wikipedia
Masjid di Tibet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Secara historis, bangsa Tibet dan Islam memang memiliki hubungan yang erat. Beberapa catatan mengungkap, umat Islam telah tinggal di Tibet sejak abad kedelapan atau kesembilan Masehi . Mereka menjalin hubungan politik, perdagangan, dan kebudayaan dengan masyarakat setempat.

Keeratan hubungan itu terekam dalam beberapa catatan para sejarawan di era kekhalifahan. Dalam sejumlah tulisannya, sejarawan Muslim, seperti Yaqut Hamawi, Ibnu Khaldun, dan Tabari menyebut-nyebut nama Tibet. Bahkan, dalam bukunya bertajuk Muajumal  Buldan (Ensiklopedia Negara-negara), Yaqut Hamawi menyebut Tibet dengan tiga sebutan, yakni Tabbat, Tibet, dan Tubbet.

(Baca: Sejarah Islam di Negeri Atap Dunia)

Ketika Umar bin Abdul Aziz memegang tampuk pemerintahan Dinasti Umayyah pada 717-720, para delegasi dari Tibet dan Cina pernah meminta sang khalifah untuk mengirim juru dakwah Islam ke negeri mereka. Memenuhi permintaan itu, Umar kemudian mengutus Salah bin Abdullah Hanafi ke Tibet.

Momen itu menjadi tonggak penting perkembangan Islam di Tibet. Ketika Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus digulingkan oleh Abbasiyah, hubungan dengan Tibet tak lantas runtuh.

Para penguasa Abbasiyah di Baghdad tetap memelihara hubungan baik dengan negeri Tibet. Pada masa itu, tidak sedikit kaum Muslimin yang memutuskan untuk menetap di Tibet dan menikahi perempuan lokal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement