Senin 22 Feb 2016 18:09 WIB

Pembayaran Cost Recovery Migas Diminta Transparan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Pekerja sedang berada di kilang minyak
Foto: ap
Pekerja sedang berada di kilang minyak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk terbuka soal cost recovery atau biaya yang dikembalikan pemerintah kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau perusahaan migas nasional yang telah masuk masa produksi atas suatu lapangan. Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo menilai, seharusnya ada bagian-bagian pekerjaan di dalam eksploitasi dan eksplorasi yang tidak masuk ke dalam cost recovery. Untuk itu, Harry meminta kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menjelaskan detil mengenai pengeluaran cost recovery.

"Ada pekerjaan yang tidak masuk ke recovery. Jadi kita bisa lihat apakah pekerjaannya benar atau tidak. Efisiensi apa yang bisa dilakukan oleh SKK Migas. Sehingga turun dan mengurangi APBN," kata Harry, Senin (22/2).

Harry menyebutkan, penurunan harga minyak dunia saja sudah memangkas pemasukan negara di sektor migas. Dengan cost recovery yang tak ikut berkurang, ia menilai, penerimaan negara sektor migas akan semakin terkuras.

"Cost recory ini akan memakan penerimaan migas," kata dia.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan, cost recovery terdiri atas nilai depresiasi, biaya eksplorasi dan pengembangan, biaya produksi, investment credit insentif, biaya administrasi, dan biaya unrecover.

Ia menambahkan, cost recovery didapat dari gross production dikurangi dengan first trans petroleum (FTP) untuk pemerintah, dan sisanya dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan.

"Kemudian ada profit share, dibagi pemerintah dan KKKS. Di sini diakumulasikan dengan pajak maka jadi bagian negara," kata Amien.

Ia menambahkan, pada tahun terjadinya produksi, biasanya ada biaya modal dan drilling yang tangible. Dari kegiatan ini, yang masuk ke komponen cost recovery adalah biaya depresiasi terhadap pengeluaran modal.

Selain itu, biaya driling juga masuk ke cost recovery. Biaya operasi awal juga masuk ke biaya cost recovery dan ada biaya-biaya operasi tahun berjalan yang masuk ke komponen cost recovery.

"Jadi cost recovery didapat dari biaya-biaya yang dikeluarkan di tahun berjalan ditambah biaya yang didepresiasikan dari biaya di tahun sebelumnya. Mungkin ini menjadi salah satu faktor pada waktu lifting menurun tapi cost recovery belum bisa langsung turun," kata dia.

Baca juga: Penyusutan Harga Minyak tak Buat Cost Recovery Turun

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement