REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelaran Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI menjadi salah satu syarat tebal ajuan Kemenpora dalam kajian rencana pencabutan SK Pembekuan PSSI. KLB dimaksudkan Kemenpora agar terjadi restrukturisasi dan pergantian kepengurusan organisasi yang bersih di dalam induk olahraga sepak bola nasional tersebut.
Selama ini, yang menjadi salah satu alasan pemerintah mempertahankan SK Pembekuan PSSI tersebut, yaitu agar terjadi reformasi dan pembenahan tata kelola sepak bola nasional. Sebab, Menpora Imam Nahrawi selama ini kerap menuduh kepengurusan PSSI sebagai biang ketidakbecusan sistem sepak bola di Tanah Air.
Pertanyaannya, bagaimana jika gelaran KLB PSSI dalam syarat pencabutan SK Pembekuan 01307/2015 itu tetap menghasilkan kepengurusan dan orang-orang yang sama dalam struktur baru hasil KLB tersebut?
Juru Bicara Kemenpora Gatot Dewa Broto menegaskan, pihaknya tahu diri untuk tak masuk dalam ruang demokrasi dan pemilihan kepengurusan PSSI yang baru. Gatot pun menjamin, pemerintah tak akan panjang tangan, apalagi bergerilya melakukan perlawanan untuk menghalang-halangi orang-orang tertentu yang dimunculkan dalam KLB PSSI.
"Itu haknya voters (pemilih) dalam KLB. Kemenpora tidak akan mempersoalkan orang-orang tertentu yang terpilih di KLB itu nantinya," ujar dia.
Hanya, Gatot mengatakan, dalam kajian pencabutan SK Pembekuan PSSI tersebut, Kemenpora meminta agar KLB PSSI segera dilakukan selambatnya enam bulan setelah normalisasi dilakukan. Selain itu, KLB bukan satu-satunya syarat yang harus dilakukan agar pemerintah mencabut SK Pembekuan PSSI tersebut.
Sekretaris Tim Transisi itu mengungkapkan, ada sejumlah syarat lainnya, seperti adanya kepanitiaan bersama dari hasil komunikasi antara Kemenpora dan Komite Ad Hoc yang juga melibatkan PSSI sebagai penyelenggara KLB.
Syarat tersebut, menurut Gatot, sebagai salah satu indikator koordinasi yang baik dari PSSI terkait peran pemerintah untuk pembenahan federasi sepak bola nasional itu.