REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama sedang menyusun pedoman pembinaan keagamaan kepada masyarakat tertinggal. Langkah itu dinilai akan lebih mudah dengan sinergi bersama para ulama.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, mengatakan selama ini memang belum ada program yang secara spesifik, memberikan pembinaan keagamaan kepada masyarakat tertinggal di MUI.
Namun, aspek itu sudah menjadi salah satu konsen utama di rapat kerja nasional MUI, untuk memberikan pembinaan keagamaan kepada masyarakat di perbatasan dan minoritas.
Akan tetapi, lanjut Cholil, program itu dinilai tidak begitu kuat lantaran tidak memiliki struktur rencana yang lengkap, serta pembiayaan yang minim atau bersifat seikhlasnya.
Maka itu, ia menyarankan agar dibentuk semacam sinergi dari pemerintah bersama para ulama, untuk melakukan dakwah atau pembinaan keagamaan kepada masyarakat tertinggal.
"Secara kerangka tidak kuat, jadi akan lebih baik kalau ada kerja sama dengan pemerintah yang sudah memiliki roadmap," kata Cholil.
Senada, Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori Ismail, menekankan program-program dakwah kepada masyarakat tertinggal yang dibuat ormas Islam, akan lebih baik saat bersinergi dengan pemerintah yang tengah menyusun pedoman.
Ahmad Satori Ismail berpendapat, program akan terlaksana secara baik dan berkesinambungan, lantaran sudah terencana dan terstruktur dengan baik.
Ia menuturkan program serupa yang dimiliki Ikatan Dai Indonesia beberapa tahun belakangan, sempat terputus lantaran kendala tenaga dan pembiayaan.
Namun, lanjut Satori, tahun ini dakwah kepada masyarakat tertinggal akan dilanjutkan dengan para dai pribumi agar lebih dekat, dan tentu akan lebih baik ditambah sinergi bersama pemerintah.
"Para pendakwah pribumi akan dikuatkan dengan rencana yang tersusun baik sehingga program dapat terarah," ujar Satori menjelaskan.