REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aktor Roy Marten meminta agar pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak untuk mengecek pajak bioskop ternama 21 (TwentyOne).
“Saya tidak bilang bioskop 21 tidak membayar pajak, tapi tolong cek pajaknya selama ini, apakah tidak bermasalah? Ada dugaan terjadi manipulasi pajak, dan kalau dikonfirmasi oleh Dirjen Pajak mereka ditakut-takuti, atas desakan Amerika Serikat. Jadi, tolong pemerintah cek lagi pajaknya 21 itu,” tegas Roy Marten dalam diskusi publik ‘Menggerakkan Potensi Ekonomi Kreatif Bidang Perfilman’ , di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/4).
Roy Marten menyatakan, ia sangat prihatin dengan dunia perfilman sekarang ini, di mana film Indonesia seolah tidak mendapat tempat di bioskop besar di kota-kota besar Indonesia. Padahal, kalau diputar di kampung-kampung masih banyak yang mau menonton.
“Jadi, pemerintah jangan hanya mengambil pajaknya, melainkan harus membantu membangun infrastruktur untuk membangun dan membangkitkan film Indonesia,” ujarnya.
Saat ini banyak film-fllm bernuansa India, Cina, Amerika Serikat, maupun negara lainnya. Menurut Roy, hal tersebut karena penulis, sutradara, dan pemodalnya adalah mereka. Sehingga Indonesia tidak bisa berbuat banyak untuk negerinya sendiri. Sedangkan artis Indonesia hanya menjadi pemain.
“Maka, wajar kalau mereka membuat film dengan budaya Indonesia tapi tidak terasa Indonesia, karena mereka memang bukan warga Indonesia,” kata Roy.
Sementara itu, Ketua FPKB DPR RI Ida Fauziyah, menegaskan keprihatinannya terhadap film Indonesia, yang belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Karena dengan regulasi perfilman ini diharapkan, film Indonesia bangkit dimana budaya dan kearifan lokal ini akan menjadi inspirasi bagi insan film untuk menjadi tuan rumah, dan jati diri bangsa Indonesia kembali.
Pemerintah diminta tidak hanya mengambil pajak dari dunia perfilman, melainkan juga mengevaluasi pajak dari bioskop-bioskop besar tersebut. “Film Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujarnya.