REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Menyambut bulan suci Ramadhan 1437 Hijriyah, Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Semarang meningkatkan pengawasan daging sapi dan daging ayam di tengah masyarakat. Pengawasan dilakukan di sejumlah pasar tradisional yang ada di daerah ini untuk menjamin kesehatan serta memastikan daging tersebut layak untuk dikonsumsi.
Kepala Seksi (Kasi) Kesmavet Disnakkan Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Asto Kuntoro mengatakan, pengawasan akan diintensifkan hingga menjelang perayaan Lebaran nanti. Dia mengakui, menjelang datangnya bulan suci, beredar isu daging sapi yang dicampur daging babi dengan cara dioplos di tengah- tengah masyarakat.Salah satunya di pasar Kembangsari, Kecamatan Tengaran.
"Daging sapi oplosan asal Boyolali ditengarai beredar di sana," ujarnya, di sela pengawasan di pasar Babadan, Jumat (3/6).Saat ini, jelas Asto, harga daging sapi di pasaran mencapai kisaran Rp 110 ribu per kilogram. Mahalnya harga daging itu rentan dimanfaatkan sebagian orang guna meraup keuntungan dengan cara-cara nakal.
Di sisi lain, harga daging babi hanya berkisar Rp 60 hingga Rp 65 ribu per kilogram. Untuk itu, pihaknya berupaya pro aktif untuk mencegah masuknya daging sapi oplosan ini Kabupaten Semarang. Selain daging sapi oplosan, Disnakan Kabupaten Semarang juga mengantisipasi peredaran daging sapi glonggongan di pasaran.
Menurut Asto, berdasarkan pengalaman di lapangan, para pedagang 'nakal' sudah menggunakan cara baru yang memungkinkan daging sapi glonggongan sulit dibedakan.Jika cara sebelumnya sapi diglonggong terlebih dahulu hingga ambruk dan setelah mati baru dipotong. "Sekarang sapi tetap diglonggong dulu dan dipotong saat masih bisa berdiri," tegasnya.
Sehingga, lanjutnya, saat sudah berbentuk daging secara fisik nyaris sama seperti daging yang berasal dari sapi yang dipotong normal. Hanya saja jika dites dengan alat khusus kadar airnya tetap tinggi, masih di atas 77.Cara- cara semacam ini, dia menjelaskan, jamak dilakukan di pemotongan non rumah pemotongan hewan (RPH).