REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Angkasa Pura ll (Persero) menerbitkan surat utang atau obligasi dengan nilai sebanyak-banyaknya Rp 2 triliun dengan kupon yang ditawarkan di kisaran 8,50-9,25 persen.
"Penerbitan obligasi itu ditawarkan melalui penawaran umum pada Juni 2016 ini," ujar Direktur Keuangan PT Angkasa Pura ll, Andra Y Agussalam di Jakarta, Jumat (3/6).
Ia mengemukakan obligasi yang diterbitkan itu terbagi dalam tiga seri, yaitu seri A bertenor lima tahun dengan kupon 8,50-8,75 persen, seri B bertenor tujuh tahun (8,75-9 persen), dan seri C bertenor 10 tahun (9-9,25 persen). Menurutnya, Angkasa Pura II akan menggunakan 92 persen dana dari hasil penerbitan obligasi itu untuk pengembangan bandara internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sisanya, akan dialokasikan untuk proyek pengembangan ekspansi bandara lain yang dikelola perseroan. "Obligasi ini memperoleh peringkat AAA (triple A) dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dan Fitch Ratings Indonesia," katanya.
Ia memaparkan bahwa terkait pengembangan bandara internasional Soekarno-Hatta, perseroan membutuhkan dana sekitar Rp 4,7 triliun untuk konstruksi terminal 3 ultimate dan Rp 2 triliun untuk revitalisasi terminal 1 dan 2. "Revitalisasi itu ditargetkan selesai pada 2018. Adapun soft opening terminal 3 ultimate dijadwalkan pada semester kedua 2016," kata Andra.
Sementara itu selaku penjamin pelaksana emisi obligasi Angkasa Pura II yakni PT Danareksa Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas. Adapun PT Bank Mega Tbk bertindak sebagai Wali Amanat. Masa penawaran awal mulai dilakukan 3 Juni 2016 hingga 14 Juni 2016. Perkiraan tanggal efektif pada 23 Juni 2016. Perkiraan masa penawaran pada 27 Juni 2016, masa penjatahan pada 28 Juni 2016, distribusi secara elektronik pada 30 Juni 2016. Adapun pencatatan pada Bursa Efek Indonesia dijadwalkan pada 1 Juli 2016.
Sementara itu, perencana keuangan dari One Shildt M. Andoko mengatakan bahwa obligasi masih menjadi instrumen investasi yang cukup diminati oleh investor di tengah kondisi pasar saham yang cenderung mengalami gejolak. "Investor membutuhkan kepastian meraih imbal hasil, kondisi pasar saham yang bergejolak akan mendorong investor melakukan 'switching' ke obligasi menawarkan tingkat imbal hasil yang stabil dengan risiko yang minim," katanya.