Kamis 01 Sep 2016 08:27 WIB

Manusia Kulit

Kesempurnaan Manusia/Ilustrasi
Foto: Antara Foto
Kesempurnaan Manusia/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Fauzul Iman

Teori tentang sifat dan tabiat manusia telah banyak dikemukakan pakar dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu teori yang sangat terkenal adalah teori Libido Seksual Sigmund Freud. Menurut teori ini, manusia menjadi sehat bila kebebasan seksnya tidak terhambat.

Manusia yang hidup dengan aturan moral, demikian menurut teori ini, akan mengalami gangguan emosional alias stres. Karena itu, kata Freud, hanya dengan kekuatan seksnya manusia terbebas dari jeratan hidup. Teori ini sepintas mengandung pembebasan manusia.

Seakan sifat naluri manusia hanya cukup diselesaikan melalui kegiatan seks bebas. Padahal kebebasan manusia yang hakiki adalah kebebasan moral yang menaungi dan menghargai setiap tuntutan kehidupan pribadi dan umat.

Teori Freud tampaknya hanya ingin melestarikan tabiat (sifat) kebebasan manusia yang diperbudak oleh nafsunya semata. Sementara hak dan kepentingan orang lain (umat) dilalaikan.

Murtadha Muthahhari dalam bukunya Manusia Menurut Alquran mengkritik teori Freud. Ia mengatakan, teori Freud sangat cocok dengan kepentingan penguasa yang lemah ditundukkan dan yang kuat bebas berkuasa.

Teori Freud, demikian Muthahhari, menyiratkan bahwa bila Anda kuat, Anda bisa berbuat apa saja sepanjang tidak diprotes oleh orang lain. Sementara bila Anda lemah, reaksi orang lain akan membatasi kebebasan Anda.

Dalam Alquran, manusia tidak serendah seperti yang dibayangkan Freud. Alquran memang menggambarkan sifat paradoksal manusia yang dalam dirinya terdapat sifat baik dan sifat jahat (QS Asy-Syam[91]: 8). Tetapi potensi positif manusia sangat dikedepankan oleh Alquran.

Manusia, menurut Alquran, dibedakan antara kata insan dan basyar. Kata insan yang berasal dari kata anasa, nasiya, dan al-uns menunjuk suatu pengertian sikap, kecerdasan menalar, menyesuaikan diri dengan realitas perubahan, berbudaya, menghargai tata aturan etik, dan tidak liar.

Oleh karena itu, kata insan selalu digunakan oleh Alquran dalam konteks penjelasan fungsi manusia sebagai pemegang amanah, penegak amal saleh, dan penjelasan potensi lainnya.

Abbas Mahmud Aqqad dalam bukunya al-Insan fi alquran, menyebut tiga fungsi kewajiban manusia. Pertama, tabligh (kewajiban menegakkan agama Allah). Kedua, berilmu; dan ketiga, beramal (kewajiban melaksanakan agama Allah).

Sedangkan kata basyar yang berarti kulit, digunakan untuk menyebut nama makhluk. Manusia dalam arti basyar (kulit) mengandung arti manusia yang bangun tubuhnya membutuhkan makan dan minum. Kehidupannya tergantung pada kebutuhan materi.

Kata insan dan basyar mengisyaratkan bahwa manusia dalam ajaran Islam berada dalam dua dimensi. Dalam dimensi insani, manusia berarti dibangun ruhaninya agar hidupnya tidak bebas semau nafsu yang menyebabkan diri dan orang lain direndahkan. Sedang dalam dimensi basyari manusia bersedia berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (materi).

Sayangnya sebagian umat manusia masih saja yang terkilir dengan kemilauan kulit. Lalu mereka terpuruk dalam gelora nafsu dan kelezatan hidup lahiri sebagai kosmetika hidupnya. Para pejabat tersungkur lunglai di terali besi setelah sejumlah harta bendawi dilahapnya tanpa amanah.

Demikianlah gambaran suram manusia kulit yang hanya berjuang demi sebongkah materi tanpa subtansi dan isi. Janji ilahi dihianati secuil harga diri tak terganti. Kemulian pun tercerabut dari akar hati nurani. Nauzubillah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement