REPUBLIKA.CO.ID, Burung bangkai memiliki banyak jenis di berbagai negara. Burung ini sering digambarkan dalam karakter kartun dengan burung berkepala botak, bertubuh besar, sering berputar-putar di sekitar bangkai tubuh hewan mati.
Keberadaan burung bangkai di banyak negara, khususnya di tiga benua, yaitu Amerika, Asia, dan Afrika terancam punah. Laporan baru dari University of Utah menyebutkan ancaman tersebut memiliki konsekuensi serius bagi ekosistem dan manusia.
Laporan yang diterbitkan di Biological Conservation ini menyebutkan populasi burung bangkai terancam karena adanya racun dalam bangkai yang mereka konsumsi. Di sejumlah benua, burung bangkai mati setelah memakan bangkai beracun sehingga mereka berada di ambang kepunahan.
Pada 2004, Sekercioglu menerbitkan sebuah studi meneliti risiko kepunahan masing-masing spesies burung di dunia. Dia mencatat bahwa burung pemakan bangkai merupakan kelompok paling terancam.
Kini lebih dari satu dekade kemudian, Buechley dan Sekercioglu telah meneliti faktor-faktor yang memengaruhi risiko kepunahan lebih dari 100 jenis burung, termasuk 22 spesies burung pemakan bangkai. Faktor ekologi yang mengancam kepunahan mereka adalah tingkat reproduksi lambat, keracunan makanan, dan ukuran tubuhnya yang besar.
Dilansir dari Science Daily, Kamis (1/9), keracunan adalah risiko kepunahan terbesar yang dihadapi burung pemakan bangkai mencapai 88 persen. Di Amerika Utara misalnya, jumlah Condor California - sejenis burung pemakan bangkai - menurun tajam hingga 22 individu saja tersisa pada 1982. Pemerintah setempat akhirnya mengambil langkah konservasi sehingga populasinya saat ini mencapai 400 ekor. Populasi burung condor ini tersebar di wilayah lebih luas, seperti California, Arizona, Utah, Baja California, dan Meksiko.
Di India, populasi burung pemakan bangkai menurun tajam hingga 95 persen sejak 1990-an. Lebih dari 2.000 ekor burung nasar ini menghilang karena teracuni obat antiinflamasi, diklofenak yang biasa diberikan pada sapi. Dunia internasional akhirnya melarang penggunaan diklofenak pada sapi sehingga jumlah burung nasar di India saat ini perlahan stabil.
Pusat krisis burung pemakan bangkai kini ada di Afrika. Penggunaan racun baru dengan harga terjangkau untuk mengendalikan hama predator, seperti singa dan srigala menjadi faktor pembunuh. Bangkai gajah beracun di Namibia pada 2007 misalnya membunuh lebih dari 600 ekor burung bangkai.
Dampak penurunan populasi burung bangkai juga dirasakan manusia. Burung bangkai berfungsi sebagai penghalang untuk mencegah penyakit dari bangkai hewan mati menyebar pada manusia. Ini karena di perut burung ini terdapat asam yang bisa membunuh hampir semua bakteri atau virus jahat dalam tubuh bangkai yang dimakannya.
Di India misalnya, penurunan jumlah burung nasar dulu membuat jumlah anjing liar pemakan bangkai meningkat drastis. Akibatnya, anjing-anjing ini terjangkit rabies dan akhirnya menggigit serta menewaskan 48 ribu orang sepanjang 1992-2006.
Buechley berpendapat solusi terbaik adalah mengonservasi burung pemakan bangkai mulai dari sekarang. Ini untuk membendung potensi peningkatan penyebaran penyakit pada manusia, khususnya di negara-negara berkembang.