REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ada dua kelemahan mendasar dari guru-guru madrasah di Tanah Air. Keduanya menyangkut tentang penguasaan materi dan pengeuasaan pedagoginya. Penyababnya, desain kurukulum Fakultas Tarbiyah di seluruh Indonesia, lebih pada pedagogig, tapi penguasaan materinya lemah.
Karena itu, kata Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, pihaknya ada rencana untuk melakukan reformasi LPTK. Menurutnya, hal ini juga penting untuk diketahui. Apalagi, rencana LPTK yang sedang didesain itu nanti akan melaksanakan PLPG. "Jadi PLPG ini untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban kita ini," ujar dia.
Diceritakan Kamaruddin, saat dirinya melakukan kunjungan ke negara negara Skandinavia beberapa waktu lalu, ternyata di Denmark, Finlandia, dan Norwegia, yang namanya guru itu mempunyai dua keahlian yang berimbang. Yakni, antara pengetahuan tentang materinya dengan pengetahuan pedagoginya, dan itu dibuktikan dengan sertifikat dan pelatihan-pelatihan yang intensif.
"Nah ini yang menjadi kelemahan mendasar. Guru-guru kita yang berada di Madrasah itu khusunya guru-guru agama, penguasaan kontennya, penguasaan materinya itu lemah sekali. Karena di tarbiyah itu diseluruh Indonesia design kurikulumnya lebih pada pedagogignya, tapi penguasaan materinya lemah," ucap Dirjen.
Padahal, ucap Koraruddin, untuk menjadi guru itu harus menguasai materi juga, harus menguasai ilmunya. Kata dia, bila hanya menguasai pedagoginya, maka tidak bisa mentranfer ilmunya secara maksimal.
"Jadi kedua duanya harus seimbang, antara kompetensi pedagogig dengan penguasaan materi itu harus seimbang dan itu harus disempurnakan melalui PPG yang akan dilaksanakan pada saat yang akan datang," ucapnya.
Menurut Dirjen, untuk fakultas tarbiyah misalnya, yang pedagoginya kuat itu harus ditambah materi pelajaarannya, dan kurikulum tarbiyah akan diubah. "Kita akan lakukan review kurikulum secara fundamental untuk mencetak guru yang menguasai atau kapasitas bidang materi dan juga pedagogig," tegas dia.
Selanjutnya, Fakultas Tarbiyah nanti, mahasiswa-mahasiswanya tidak seperti sekarang, sarjana pendidikan langsung bisa menjadi guru, tetapi mereka mengikuti pelatihan lagi yang kemudian ketika diwisuda langsung sudah mempunyai sertifikat pendidik.
"Jadi sama dengan dokter. Kalau dokter itu nanti mencetak sarjana kedokteran kemudian mengikuti koas lagi untuk bisa menjadi dokter. Jadi, dokter itu profesi, sama dengan guru, guru itu juga profesi," ucap Dirjen.
Selama ini, jelas Dirjen, seorang guru menjadi profesional itu setelah mengikuti PLPG selama 7 hari. "Padahal, itu sangat tidak cukup. Oleh karena itu, nanti ke depannya harus kita reformasi," tandasnya.