REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembinaan usia dini pesepak bola, menjadi salah satu prioritas utama para calon ketua umum PSSI. Selain itu peningkatan prestasi dan pembenahan organisasi sepak bola nasional juga menjadi isu utama yang harus dikerjakan para calon jika berhasil terpilih sebagai PSSI 1.
Djohar Arifin Husin menyampaikan materi tak jauh berbeda dengan Moeldoko dalam acara debat calon ketua umum PSSI di Jakarta, Selasa (4/10). Djohar menekankan pentingnya kompetisi berkesinambungan.
Pria yang pernah memimpin PSSI periode 2011-2015 ini mengklaim bahwa kompetisi dari level paling bawah, sudah pernah dia bikin saat menjabat. Namun, kandas dan tak berjalan lantaran polemik di dalam organisasi.
"Saya menginginkan agar sport science itu ada. Dan, piramida kompetisi itu berjalan," ujar dia.
Dikatakan Djohar, kompetisi dari level terbawah ada di tim U-14 sampai dengan timnas. Timnas, menurut dia, menjadi program di kepengurusan pusat. Sementara di level bawah lainnya, harus berputar di tingkat kabupaten dan provinsi. Itu alasan dia menghendaki agar peran 34 Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI terlibat ikut memutar kompetisi di daerah masing-masing.
Debat terbuka para calon kali ini menjadi sejarah baru dalam regenerasi kepengurusan badan induk sepak bola nasional. Karena, baru kali ini mimbar bebas para calon ketua umum digelar untuk menguji kompetensi para calon pemimpin sepak bola nasional. Kegiatan ini diinisiasi oleh PSSI Pers, kelompok wartawan peliput sepak bola nasional.
Debat kali ini memang tak menghadirkan sembilan calon yang berhasil lolos verifikasi. Tiga di antaranya, Erwin Aksa, Eddy Rahmayadi, dan Benhard Limbong memilih absen. Hanya enam kandidat yang ambil bagian, yaitu Moeldoko, Eddy Rumpoko, Tonny Apriliani, Sarman El Hakim, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Djohar Arifin Husin.
Debat terbuka para kandidat juga menghadirkan tiga panelis yang terdiri dari para wartawan senior yaitu, Anton Sanjoyo, dan Soemohadi Marsis, serta pemerhati olahraga Fritz Simanjuntak.