REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 500 ribu santri pondok pesantren salafiah pada 2016 ini, masih nol. Padahal, pemerintah pusat mencetak kartu ini agar para santri yang kurang mampu secara ekonomi mendapatkan bantuan sosial sama dengan anak sekolah formal.
Deputi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Agus Sartono usai peringatan Hari Aksara Internasional di Kota Palu mengatakan, 500 ribu KIP itu bagian dari 2,2 KIP yang disalurkan Kementerian Agama. "Inilah yang saya sempat heran. Saya perjuangkan sendiri ini. Saya perjuangkan alokasi 500 ribu KIP untuk pesentaren salafiah. Saya nangis waktu itu. Karena saya yakin 80 persen santri salafiah kurang mampu. Kalau mampu, ya ke madrasah atau pendidikan formal," ujarnya, Kamis (20/10).
Dia sudah menghubungi Direktur Pondok Pesantren Kemenag agar KIP para santri itu segera disalurkan. "Sudah diperjuangkan kok nggak disalurkan. Uangnya ada," ucapnya, menegaskan.
Agus mengatakan, saat ini, ada sekitar 27 ribu pesantren di Indonesia. Namun, tidak ada data yang pasti berapa jumlah pondok pesantren salafiah. Karenanya, dia mematok jumlah 500 ribu santri bisa menerima KIP. "Saya yakin ada 500 ribu yang salafiah. Cari 500 ribu orang kan gampang," katanya.
Dikatakan Agus, tidak ada beda persyaratan untuk menerima KIP santri dengan siswa umum. Manurut dia, salah satu kendalanya adalah banyak santri yang beralamat di luar kota atau orang tuanya berada di luar kota, namun sebenarnya hal itu tidak seharusnya menjadi kendala.
"Kalau alamatnya di luar kota kan gampang. Tinggal dikirim saja datanya. Datanya bisa difoto dengan HP. Toh sebagian besar santri juga punya HP," tambahnya.
Menurut Agus, identitas santri umumnya juga jelas sehingga seharusnya tidak menjadi kendala penyaluran KIP. Dia berharap, agar dengan KIP para santri dapat membeli peralatan belajar mulai seragam, baju, buku hingga alat tuli.