REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menilai KHR As'ad Syamsul tidak hanya pantas menyandang gelar pahlawan nasional. Namun, beliau juga layak disebut sebagai pahlawan Pancasila terkait perannya dalam penerimaan azas tunggal Pancasila oleh organisasi kaum nahdliyyin itu.
"Tidak salah kalau beliau disebut sebagai pahlawan Pancasila. Beliau lebih Pancasila dari orang-orang yang 'ngomong' butir-butir Pancasila," katanya pada seminar bertema "Refleksi Perjuangan KHR As'ad Syamsul Arifin dalam Mempertahankan NKRI" di Pondok Pesantren Nurul Qaarnain, Baletbaru, Sukowono, Jember, Jawa Timur, Ahad (13/11).
Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada KHR As'ad Syamsul Arifin dalam upacara di Istana Negara Jakarta, Rabu (9/11).
Penganugerahan gelar pahlawan nasional itu berdasar Keputusan Presiden Nomor 90/TK/Tahun 2016 tanggal 3 November 2016 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Kiyai Haji Raden As'ad Samsul Arifin (lahir pada tahun 1897 di Mekkah dan meninggal 4 Agustus 1990 di Situbondo pada umur 93 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Dusun Sukorejo, Desa Sumberrejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Menurut Hasyim Muzadi, gelar pahlawan yang dianugerahkan kepada Kiyai As'ad tidak lepas dari proses perjalanan NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dia mengatakan, bahwa Kiyai As'ad adalah tokoh yang memegang palu ketika NU menerima Pancasila sebagai satu-satunya azas di Indonesia, meskipun konseptornya adalah KH Achmad Siddiq, kala itu. Kiyai As'ad, katanya, ketika itu mau meneruskan wacana mengenai penerapan azas tunggal oleh Presiden Soeharto setelah mendapatkan penjelasan bahwa Pancasila tidak akan dijadikan agama atau agama dijadikan Pancasila.
"Pak Harto kala itu menjelaskan bahwa Pancasila sebagai pintu gerbang untuk masuknya semua agama, semua komponen bangsa untuk bersama-sama membangun bangsa," ujarnya.
Amanah
Pengasuh Pondok Pesantren Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy mengemukakan, penganugerahan gelar pahlawan untuk KHR As'ad Syamsul Arifin merupakan amanah yang amat berat bagi semua pihak, khususnya kalangan santri dan keluarga. "Kita harus sadar bahwa ini adalah anugerah dari Allah. Anugerah itu amanah dan karenanya harus kita jaga bersama oleh santri, alumni, masyarakat dan para pecinta Kiai As'ad," katanya.
Dia mengemukakan, bahwa dulunya mungkin tidak banyak yang mengenal secara detil siapa sosok KHR As'ad Syamsul Arifin, pendiri Ponpos Sukorejo sekaligus tokoh terkemuka Nahdlatul Ulama (NU) semasa hidupnya. "Tapi setelah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, Kiyai As'ad dikenal tidak saja di Situbondo, melainkan di Jawa Timur, bahkan nasional," kata cucu dari KHR As'ad ini.
Ia mengajak semua kalangan yang berkait dengan Kiyai As'ad, baik santri, keluarga maupun masyarakat luas harus menjaga nama baik ulama yang semasa perjuangan dikenal sebagai pendiri dan komandan pasukan Pelopor yang berjuang di wilayah Keresidenan Besuki dan Madura itu. "Kalau ada santri atau keluarga yang berperilaku tidak baik, bukan hanya nama dia yang tidak baik, tapi akan mencoreng nama Kiai As'ad, meskipun beliau sendiri di alam sana mungkin tidak akan terganggu," katanya.