Kamis 05 Jan 2017 17:33 WIB

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kenaikan Tarif Dokumen Kendaraan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
BPKB dan STNK
Foto: biartau.com
BPKB dan STNK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta berpikir ulang untuk menjalankan kebijakan kenaikan tarif pengurusan dokumen kendaraan bermotor, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan berlakunya PP 60/2016 ini, terdapat penambahan jenis PNBP yang mulai berlaku seperti tarif Pengesahan STNK, Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan, STRP & TNRP (lintas batas), dan Penerbitan SIM golongan C1 dan C2.

Sementara kenaikan cukup tinggi berlaku untuk penerbitan surat mutasi kendaraan bermotor ke luar daerah. Bila dalam aturan terdahulu surat mutasi ke luar daerah hanya Rp 75 ribu untuk semua jenis kendaraan, sekarang tarifnya Rp 150 ribu untuk kendaraan bermotor roda 2 atau roda 3 serta kendaraan bermotor roda 4 atau lebih mencapai Rp 250 ribu. Tak hanya itu, tarif mengurus SKCK atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian berdasarkan PP 60 Tahun 2016 naik tiga kali lipat menjadi Rp 30 ribu per penerbitan.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto menilai, banyak aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menjalankan kebijakan ini. Pertama, menurutnya, bila dilihat dari sisi pelayanan ia melihat bahwa sampai saat ini pengurusan SIM, STNK, dan BPKB masih rumit, boros waktu, dan tidak transparan dalam proses dan hasilnya. Selain itu, Yenny juga menyebutkan adanya temuan FITRA bahwa ada kekurangan penerimaan negara sebanyak Rp 270,5 miliar dari hasil audit BPK 2015, dari target kenaikan PNBP dari PP 60/2016 hanya Rp 1,7 triliun.

"Harus diperhatikan sektor lain yang potensi penerimaannya lebih besar dari ini. Misalnya, kehutanan potensi hilang pertahun Rp 30,3 triliun. Ini pun cuma 30 persen dari potensi seharusnya," ujar Yenny di Jakarta, Kamis (5/1).

Sementara dilihat dari sisi biaya pengadaan kertas dan materai dalam pengurusan dokumen kendaraan bermotor, Yenny menyebutkan tidak ditemukan adanya kenaikan harga dua bahan tersebut secara signifikan. Artinya, lonjakan tarif yang diberlakukan pemerintah ia anggap tak mewakili biaya yang dikeluarkan kepolisian. Yenny mendesak Presiden Jokowi untuk fokus kepada penerimaan nonpajak lainnya seperti sumber daya alam ketimbang menyulitkan rakyat dengan kenaikan tarif pengurusan dokumen kendaraan bermotor. "Proses penyusunan PP 60 tahun 2016 tidak transparan dalam penyusunan, misalnya tidak ada uji publik sehingga masyarakat kaget tiba-tiba naik," katanya.

Yenny menambahkan, naiknya harga tarif STNK dan BPKB sebetulnya dilatari oleh penerimaan negara dari sektor pajak yang tidak optimal. Apalagi, pemerintah sedang membutuhkan dana dalam jumlah besar untuk melakukan pembangunan infrastruktur.  "Optimalisasi penerimaan negara kita banyak bicara soal tax amnesty sekarang di tahun baru ini kita kemudian dimunculkan isu kenaikan kendaraan, sektor kendaraan, kalau melihat bahwa optimalisasi penerimaan negara kita ada kebijakan-kebijakan yang cukup sporadis tapi tidak ada keberpihakan ke masyarakat," katanya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai bahwa Presiden Jokowi secara pribadi sudah meminta bahwa kenaikan PNBP tidak dilakukan secara drastis. Presiden, kata Darmin, merasa keberatan jika kenaikan harga tarif STNK dan BPKB ditetapkan terlalu tinggi. Alasannya, dikhawatirkan hal ini akan menambah sulit masyarakat.

"Kalau itu menyangkut palayanan orang banyak, kalau yang bukan ya nggak apa-apa juga asal hitung-hitunggannya sudah betul," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement