Jumat 06 Jan 2017 14:22 WIB

Para Petani Cabai di Sleman Alami Puso

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Angga Indrawan
Petani Cabai (ilustrasi)
Foto: informasi-budidaya.blogspot.com
Petani Cabai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aktivitas pertanian cabai di Kabupaten Sleman mengalami kondisi sulit selama beberapa bulan terakhir. Bahkan Kepala Bidang Holtikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian Pangan dan Kehutanan (DPPK) Sleman, di Sri Harmanta mengatakan, banyak petani cabai yang mengalami puso.

“Produksi cabai di Sleman sudah minus sejak September lalu. Banyak yang kena hama,” katanya, Jumat (6/1). Menurutnya kondisi tersebut terjadi karena faktor cuaca. Sri menjelaskan, curah hujan yang tinggi selama ini membuat tanaman cabai rentan terkena hama. Sehingga hasil panen pun tidak optimal.

Cabai merah dan hijau yang biasanya dapat dipanen selama tiga bulan, kini hanya bertahan sebulan. Sementara cabai rawit yang dapat dipanen sebanyak 16 kali, sekarang hanya bisa lima sampai tujuh kali. Menurut Sri, hampir seluruh wilayah pertanian cabai di Sleman mengalami puso. Kecuali daerah tanah berpasir, seperti di Turi, Pakem, dan sebagian Cangkringan.

Sementara wilayah yang pengalami penurunan produk cabai besar sangat drastis meliputi Mlati, Seyegan, sebagian Ngaglik, dan sebagian Kalasan. Adapun wilayah pertanian cabai rawit yang masih bertahan sampai saat ini yaitu Ngaglik dan Kalasan, karena metode penanaman disana menggunakan sistem tumpangsari.

Sri mengemukakan, karena curah hujan yang masih tinggi, saat ini kebanyakan petani memilih untuk menanam padi. Mereka juga memilih untuk menunda penanaman cabai hingga curah hujan turun. “Karena itu, luas total lahan penanaman cabai juga menyusut,” katanya.

Adapun secara normal, luas lahan tanam cabai mencapai 64 hektar. Namun sekarang, lahan yang ditanami untuk tanaman cabai hanya sekitar 29 hektar. Kondisi ini sontak menyebabkan penurunan hasil panen yang sangat signifikan. Padahal satu hektar lahan bisa menghasilkan cabai besar sebanyak tujuh ton.

“Kalau ditanami cabai rawit hasilnya mencapai enam ton per hektar,” ujar Sri. Dengan kondisi saat ini, Sri menilai kenaikan harga cabai sebagai fenomena yang wajar. Menurutnya, jika ke depan petani sudah berhasil memanen cabai dengan kondisi normal, harga komoditas ini pun akan menurun sedikit demi sedikit. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement