REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nasarudin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal/Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
JAKARTA -- Fa wajada 'abdanmin 'ibadina atainahu rahmatan min 'indina wa 'allamnahu min ladunna 'ilman (QS al-Kahfi, 18:65). Lalu, mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Ilmu ladunni disandarkan pada ayat di atas (min ladunna 'ilman). Kata ladun berasal dari kata lada berarti 'di sisi', atau 'pada'. Min ladunna 'ilman berarti "ilmu dari sisi Kami". Ibnu 'Ajibah dalam kitab tafsirnya, Al-Bahr al-Madid menjelaskan, 'Ilmu al-Ladunni, ialah ilmu yang mengalir ke dalam kalbu seseorang tanpa diusahakan dan tanpa dipelajari ('ilmun yufidh 'ala al-qalb min gair iktisab wa la ta'lam).
Muhammad Husain al-Thabathabai, dalam Tafsir Al-Mizan, juz 13, h. 368, menjelaskan kalimat: Wa 'allamnahu min ladunna 'ilman, tidak diciptakan dari berbagai sebab epistimologis (la shuni'a fihi li al-asbab al-'adiyah), ilmu wahbiy (acquired knowledge).
Menurut Imam Al-Gazali dalam Kitab Majmû'at Rasâ`il al-Imâm al-Ghazâlî, Ilmu laduni ialah ilmu yang ditemukan di dalam jiwa dari Tuhan tanpa melalui perantara. Semua ilmu itu diketahui secara substansi di dalam jiwa. Ilmu ini langsung berada dalam bentuk substansi-substasi nonmateri yang murni. Posisi Ilmu Ladunni dapat dinisbahkan dengan akal pertama, seperti penisbahan Hawa pada Adam.
Akal universal itu lebih mulia dan lebih sempurna daripada jiwa universal, sementara jiwa universal itu lebih mulia dan agung daripada semua makhluk. Dari emanasi akal universal lahirlah ilham (wahyu) dan dari pancaran jiwa universal lahirlah ilham. Wahyu merupakan hiasan para Nabi, sementara ilham merupakan hiasan para wali. Ilham bukanlah wahyu. Ia lemah jika dibandingkan wahyu, tetapi kuat jika dibandingkan ru`yâ (mimpi). (Al-Gazali, Majmû'at Rasâ`il al-Imâm al-Ghazâlî, (ar-Risâlat al-Ladunniyyah), hal 231 - 232).
Ditinjau dari sudut pandang struktur ilmu yang pernah diperkenalkan Ibn Arabi, Ilmu Ladunni masuk ke dalam kategori ilmu-ilmu rahasia ('ulum al-asrar/the science of misteries). Seperti diketahui, Ibn Arabi membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga tingkatan, Pertama, ilmu akal ('ilm al-'aql/the science of reason), yakni setiap ilmu yang diperoleh melalui hasil percobaan akal dan kebenarannya melalui pembuktian secara empiris. Ilmu ini siapa saja dapat memilikinya, tergantung intensitas pencarinya.
Kedua, 'ilm al-ahwal (the science of states), yakni ilmu yang tidak dapat diperoleh kecuali melalui dzauq (direct tasting), seperti ilmu tentang manisnya gula atau madu, pahitnya jamu, nikmatnya orgasme, dalamnya kerinduan. Ilmu ini menuntut persyaratan khusus karena diperlukan ketekunan dan kesucian batin.
Ketiga, ilmu-ilmu rahasia ('ulum al-asrar/the science of misteries), yaitu ilmu-ilmu yang berada di atas jangkauan akal (fauqa thaur 'aqli/beyond the stage of rason), yaitu ilmu yang sering diistilahkan Ibn 'Arabi dengan 'ilmu dihembuskan oleh roh kudus' ('ilm nafatsa ruh al-quds/blowing of the Holy Spirit) langsung ke dalam hati (al-ru'/heart). Ilmu yang terakhir ini hanya diperuntukkan kepada para Nabi dan para wali. (Futuhat al-Makkiyyah, Juz 1 hal. 31).
Banyak definisi Ilmu Ladunni telah diberikan oleh para ulama, khususnya ulama tasawuf, namun secara umum kriteria Ilmu Ladunni memiliki kriteria yang sama. Secara ontologis ia masuk kategori pengetahuan keilahian (divine knowledge), bukan human knowledge yang dapat diakses semua orang.
Secara epistimologis hanya bisa diakses dan dijelaskan melalui metodologi 'llmu Hudhuri (knowledge by present), tidak bisa diakses dan dijelaskan melalui 'Ilmu Hushuli (knowledge by correspondent). Secara aksiologi sudah pasti dan memang dimaksudkan untuk mencerahkan umat dan dunia kemanusiaan. Ilmu Ladunni mensyaratkan sesuatu yang amat spesifik yang tidak bisa diperoleh di dalam dunia keilmuan lain, yaitu kesucian batin, kedekatan dengan Sang Pemilik ilmu pengetahuan, dan yang lebih penting mendapatkan restu dari Allah SWT.
Sayang sekali keberadaan Ilmu Ladunni tidak mendapatkan tempat terhormat atau paling tidak belum diakui sebagai bagian dari aktivitas akademik (academic actfity) dalam dunia keilmuan modern. Hal ini disebabkan Ilmu Ladunni belum bisa tunduk dari kriteria keilmuan yang sudah pakem atau international academic standard.
Padahal sekitar tiga puluhan ilmuan di antara abad ketujuh sampai abad ketiga belas yang amat tersohor hingga saat ini umumnya menggunakan perinsip-perinsip Ilmu Hudhuri (knowledge by present). Kini sudah saatnya dunia Islam menghidupkan dan menggairahkan kembali semangat pencarian Ilmu Ladunni bagi para peserta didik. Bagaimana mengakses Ilmu Ladunni, akan dibahas di dalam artikel mendatang. (Bersambung).