REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Otoritas Israel mengeluarkan izin akhir untuk membangun 153 pemukiman ilegal di wilayah Yerusalem Timur. Bahkan, rencananya, Otoritas Israel akan membangun setidaknya ribuan pemukiman di wilayah pendudukan tersebut.
Izin ini dikeluarkan oleh Pemerintah Israel pada Kamis (27/1) waktu setempat. Izin ini keluar setelah Pemerintah Kota Yerusalem berkoordinasi dengan Komite Perencanaan Kota. Izin pembangunan ini pun dikhususkan untuk pembangunan pemukiman di sekitar wilayah Gilo, Yerusalem Timur.
Wakil Wali Kota Yerusalem, Meir Turgeman, mengakui, keluarnya izin pembangunan pemukiman itu tidak terlepas dari tekanan dan sikap Barack Obama, sewaktu dia menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Di akhir masa pemerintahan Barack Obama, Amerika Serikat memang sempat mengecam rencana pembangunan pemukiman tersebut.
Hal ini berbeda dengan kebijakan Donald Trump, yang menggantikan Barack Obama. Pemerintahan Trump justru disebut bakal mendukung setiap rencana Israel tersebut. Pasca Trump resmi menjadi Presiden Amerika Serikat, Pemerintah Israel memang kembali menegaskan rencana pembangunan pemukiman di Yerusalem Timur. Padahal, pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan itu dianggap melanggar hukum internasional.
Pemberian izin pembangunan itu pun tidak berhenti di 153 pemukiman. Turgeman mengakui, pihaknya akan memberikan izin pembangunan, setidaknya ribuan, pada beberapa bulan mendatang. "Rencanya ada sekitar 11 ribu rumah di Yerusalem Timur yang tengah dalam proses pengurusan perizinan. Saya akan memberikan izin untuk ribuan rumah di Yerusalem itu pada bulan-bulan mendatang,'' kata Turgeman kepada AFP, seperti dikutip Al Jazeera, Jumat (27/1).
Sebelumnya, pada awal pekan lalu, Komite Perencanaan Kota Yerusalem juga telah mengeluarkan izin untuk pembangunan 566 pemukiman di Yerusalem Timur. Berselang dua hari kemudian, Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan rencana pembangunan 2.500 pemukiman di wilayah pendudukan di Tepi Barat, Palestina.
Rencana ini sebenarnya ditentang oleh PBB dan Uni Eropa. Pasalnya, rencana pembangunan pemukiman tersebut melanggar hukum internasional dan dianggap bakal menjadi batu sandungan dalam upaya mencapai perdamaian dua negara, Israel-Palestina.