REPUBLIKA.CO.ID, Sektor tunggal putri Indonesia masih tertinggal dari nomor lain di cabang bulu tangkis. Sejak Maria Kristin meraih perunggu Olimpiade 2008, tak ada lagi tunggal putri Indonesia yang bisa berbicara di pentas dunia.
Sadar akan kondisi ini, PBSI mengangkat legenda bulutangkis putri Indonesia Susi Susanti sebagai kepala bidang pembinaan dan prestasi (binpres). Salah satu harapan yang diembankan kepada Susi adalah membangkitkan sektor putri yang sudah lama terlelap.
Berikut wawancara Republika.co.id dengan eks peraih medali emas Olimpiade 1992 tersebut terkait misi berat ini:
Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan sektor tunggal putri?
Pastinya butuh proses, khususnya tunggal putri memang yang paling tertinggal dibandingkan sektor lainnya. Lalu kita juga berharap bahwa untuk ke depannya ada perbaikan dan peningkatan prestasi dan memang harus ada kerja keras.
Perubahan seperti apa yang di butuhkan untuk sektor tunggal putri?
Saya lihat saat ini itu kita harus mengubah pola pikir pemain. Mereka harus lebih disiplin, lalu juga pelatihan harus lebih ekstra kerja keras karena dalam kedaan tertinggal.
Kalau kita hanya santai dengan latihan yang ada saat ini rasanya akan sulit untuk mengejar ketertinggalan. Butuh satu perubahan tentunya, baik dalam latihan, disiplin, karakter, dan revolusi mental.
Apa hal mendasar yang harus diubah dari pola pikir atlet putri?
Mereka tentunya untuk pertama harus disadarkan dan juga dibimbing menjadi atlet profesional. Para pemain harus memiliki tanggung jawab. Menja di atlet badminton bukan hanya sekadar hobi, namun sudah jadi profesi. Sebab, mereka kan latihan untuk membawa nama negara, bukan pribadi.
Bagaimana peningkatan dari sisi regenarasi atlet tunggal putri?
Untuk pelatda dan lapisan bawah juga akan difokuskan. Untuk program saya ke depan bagaimana mempertahankan prestasi yang sudah ada lalu juga meningkatkan prestasi yang masih kurang. Regenerasi tentunya harus dibangun secara berkesinambungan.
Apa yang harus dibenahi dari proses regenerasi sekarang yang sudah berjalan?
Dari hulu ke hilir yang memang harus dibenahi. Sejak awal, harus ada standardisasi klasifikasi pelatihan. Kami akan membuat program yang nantinya tidak hanya sampai di pelatnas saja tetapi juga ke klub-klub besar hingga kecil.
Sejak bibit awal, pemain harus mengetahui bagaimana bermain badminton yang benar. Kita buat satu program kepelatihan sejak anak-anak hingga pemula, remaja, dan sampai saat dia menuju ke kelas utama.
Klasifikasi juga akan diterapkan untuk pelatih sehingga ini juga akan membuat pembibitan mulai dari paling bawah hingga kelas utama bisa berkesinambungan.
Bagaimana untuk mengontrol pelatihan dari bibit kecil hingga kelas utama?
Setiap klub juga akan memantau. Ini mungkin hanya ada empat klub besar yang kuat. Lalu (fokus ke) klub yang kecil mengalami kekurangan sebab mungkin pelatih yang kurang berpengalaman dan (pemain) jarang melakukan sparing. Hal seperti itu akan kami arahkan dan akan mengembangkan klub kecil.
Bagaiman cara untuk para bibit awal tetap termotivasi dan terpantau hingga masuk ke kelas utama?
Sistem peringkat nasional sesuai kelompok umur nantinya akan kami terapkan. Dengan begitu kami bisa memperhatikan mereka yang sudah memiliki prestasi bagus sejak kecil tetap bertahan dan tidak hilang di tengah jalan. Intinya kami ingin memperkuat tidak hanya di pelatnas, tetapi dari lapisan bawah di setiap klub yang ada.
Sehingga, kami ingin nantinya tidak ada jeda dan jarak saat atlet utama mulai pensiun langsung memiliki generasi yang bisa meneruskan. Ini agar sektor tunggal putri berlanjut secara jangka panjang.