REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan surat peringatan dan sanksi kepada sejumlah korporasi pemegang izin pemanfaatan usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) karena tidak menjalankan restorasi pada wilayah kubah gambutnya yang terbakar pada 2015.
"Saya ingin tunjukkan ke teman-teman (media) bahwa sudah ada sembilan pemegang izin HTI dengan total luas konsesi 1,1 juta hektare yang disurati. Kami mau mereka secara sukarela mencabut apa yang mereka tanam di kubah gambut, tapi ternyata tidak juga dilaksanakan," kata Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan San Afri Awang di Jakarta.
Pada prinsipnya, menurut dia, pihaknya sejak awal mau korporasi taat dengan aturan dan kebijakan yang telah dibuat pemerintah. "Kita tidak ingin saat pemantauan kita lemah itu menjadi pintu masuk bagi mereka. Dan jika terjadi lagi kebakaran tentu semakin tidak mengenakkan," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, menginginkan korporasi taat setelah ada surat teguran. "Tapi kalau mereka nggak lakukan ya nanti kita lihat, bisa kita lakukan hal sama (sanksi administratif hingga pencabutan izin)," ujarnya.
Awang yang juga merupakan ketua tim monitoring dan pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut beberapa inisial dari 9 korporasi yang di telah diberikan surat teguran karena tidak menjalankan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.77/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara Penanganan Areal Terbakar Dalam Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi yakni PT BMH, PT BAP, PT LHM, PT TPJ, PT BPP. "Ini grup-grup besar yang punya, di bawah bendera dua grup besar. Artinya kalau kita bicara gambut, pulp, akasia, dominasi oleh dua perusahaan besar RAPP dan APP," kata Awang.
Surat teguran, menurut dia, sudah dilayangkan tetapi jawaban tidak menjawab apa yang sudah ditanyakan kepada perusahaan-perusahaan itu. Itu menjadi alasan tim monitoring dan pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendatangi lokasi satu dari 9 perusahaan yang disurati yakni ke area bekas terbakar di kubah gambut milik PT BAP di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (9/2).
Secara simbolik tim monitoring melakukan pencabutan akasia berumur kurang dari setahun yang ditanam di bagian kubah gambut di area konsesi PT BAP. Menurut Awang, Direktur PT BAP Sapto Nurlistyo pun ikut ke lapangan bersama tim monitoring dan membenarkan bahwa lahan yang ditanami akasia adalah lahan gambut bekas terbakar di 2015.
Alasan tim kali ini memilih mendatangi areal konsesi PT BAP karena telah memperhitungkan akses yang bisa dijangkau. Saat ditanya lokasi konsesi mana lagi yang akan didatangi, Awang mengatakan belum menentukannya, tetapi mekanisme kontrol terus akan dijalankan dan sanksi administratif akan diberikan sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan.
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan pihaknya melakukan proses penyiapan sanksi administratif terkait apa yang korporasi ini lakukan di lokasi terbakar. "Kita siapkan itemnya. Termasuk tidak boleh lakukan penanamn di lokasi tersebut. Sesuai dengan ketua tim monitoring katakan kita akan lakukan juga pemantauan pada korporasi lainnya," ujar dia.
Berdasarkan catatan KLHK, PT BAP memiliki luas area konsesi 192.700 hektare (ha) yang area gambutnya terbakar lebih dari 80 ribu ha di 2015. Dari luas yang terbakar tersebut 60 persen merupakan kubah gambut. Isi surat peringatan dikirimkan kepada perusahaan secara garis besar meminta agar perusahaan yang areanya gambut dan terbakar tidak perlu lagi ada penyiapan lahan atau penanaman lahan sesuai Permen LHK Nomor P.77/Menlhk-Setjen/2015. Penghentian semua aktivitas di kubah gambut dan berkanal.
Selain itu, KLHK meminta perusahaan mencabut akasia pada area gambut bekas terbakar, mencabut akasia di kubah gambut dan berkanal, serta melakukan penyesuaian rotasi penanaman di areal bekas terbakar dan kubah gambut.