REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi menilai Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2017 yang membolehkan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) mengekspor konsentrat mineral asal berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), menjadi posisi lemah pemerintah.
Sebab, menurut Redi, berdasarkan hukum perdata, hanya ada tiga hal yang membuat KK itu bisa diotak-atik. Yaitu, karena dibatalkan pengadilan, masa KK yang berakhir, dan kesepakatan kedua pihak untuk merubah atau membatalkan.
"Nah ini tidak terjadi, susah. Dalam konteks hukum, merubah KK menjadi IUPK itu punya risiko hukum," ujar dia di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/2).
Redi mengatakan, hal itulah yang membuat posisi pemerintah dikatakan lemah, jika kemudian Freeport membawa masalah itu ke Arbitrase Internasional. Kondisi demikian, diakui dia, terkesan pemerintah memaksakan secara sepihak terhadap perubahan KK menjadi IUPK itu.