Senin 27 Feb 2017 01:05 WIB

Regulasi Gabah, Asosiasi Petani: Lebih Baik Gunakan Multikualitas

Rep: Melisa Riska Putri/ Ita Nia Winarsih/ Red: Maman Sudiaman
Petani menjemur gabah di daearah Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. (Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Petani menjemur gabah di daearah Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyambut baik rencana pemerintah menerapkan rafaksi harga gabah berdasarkan kadar air. Sebab, diakuinya sangat sulit bagi petani untuk memenuhi kadar air sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Apalagi dengan musim hujan yang tinggi seperti saat ini. "Tapi saya pikir mestinya malah dikembangkan standar harga yang didasarkan pada multi kualitas," katanya kepada Republika, Ahad (26/2).

Multi kualitas termasuk di dalamnya soal kadar air. Selama ini aturan yang ditetapkan pemerintah untuk pembelian harga gabah kering panen sebesar Rp 3.700 per kilogram dengan kadar air 25 persen. Ia menjelaskan, multi kualitas tersebut artinya, penentuan harga HPP oleh pemerintah didasarkan atas kualitas gabah atau beras bukan tunggal.

"Saat ini kan HPP kualitas tunggal. Apapun vairetasnya tetap sama selama memenuhi standar HPP," ujarnya.

Sedangkan dengan multi kualitas akan bisa didasarkan pada keragaman varietas, kadar air, patahan dan lain sebagainya. Dengan memberlakukan multi harga berdasar multi kualitas, ia melanjutkan, maka peluang petani mendapatkan harga yang baik berdasarkan kualitas gabah atau berasanya lebih tinggi.

"Menurut saya ini penting mengingat fakta selama ini petani tidak bisa memenuhi standar kualitas yang disyaratkan," katanya.

Untuk memenuhi standar yang ditetapkan diakui Said cukup sulit karena keterbatasan sarana pendukung. Contohnya sarana pengeringan, penggilingan dan pengolahan lain yang sebenarnya bisa mendongkrak harga jual gabah tersebut. "HPP dengan harga tunggal nyatanya hanya bisa dipenuhi para pedagang atau penggilingan beras yang menjadi mitra Bulog," kata dia.

Di Purwakarta, Dinas Pertanian  Kabupaten Purwakarta, menginstruksikan petani untuk mempercepat masa tanam. Pasalnya, hingga saat ini ketersediaan air masih mencukupi. Sebab, hujan masih sering turun di wilayah ini.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan, mengatakan, sebenarnya saat ini di Purwakarta tak mengenal musim. Jadi, ketika petani panen, harus segera tanam. Jangan ada jeda lagi. Supaya mengejar sumber air."Kita tidak punya irigasi teknis yang setiap saat suplai airnya ada," ujar Agus, kepada Republika, Ahad (26/2).

Karena itu, mumpung masih ada hujan, maka petani harus segera memercepat tanam. Selain itu, lanjut Agus, Purwakarta mendapat target peningkatan luas tanam. Padalah, luas baku sawah di wilayah ini hanya 17.792 hektare. Namun, harus meningkat menjadi 39 ribu hektare.

Dengan peningkatan luas tanam ini, asumsinya harus ada peningkatan indeks pertanaman. Saat ini, indeks pertanaman di Purwakarta, minimalnya sudah dua kali dalam setahun. Namun, banyak juga yang tadinya hanya dua kali tanam menjadi tiga kali tanam.

Peningkatan indeks tanam ini, tentunya meningkatkan luas tanam. Meskipun, luasan bakunya jauh lebih sedikit dibanding dengan Karawang ataupun Subang. Cara seperti ini, sangat efektif untuk mendongkrak hasil produksi."Bila tak digenjot indeks pertanamannya, maka hasil produksi pertanian kita tak ada apa-apanya," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement