Kamis 16 Mar 2017 23:50 WIB

Kelompok Kajian Ilmu Sarana Berbagi

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.
Foto: Photobucket.com/ca
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada pula kelompok kajian yang didirikan Ibnu Sina. Dokter dan filsuf ini menggunakan rumahnya sebagai tempat kelompok kajian itu berkegiatan. Ibnu Sina menggelar kajian kedokteran dan filsafat pada malam hari.

Juzajani, salah seorang murid dari Ibnu Sina, menyatakan, alasan Ibnu Sina menggelar kajian pada malam hari karena pada siang hari Ibnu Sina sibuk di istana sebagai dokter istana. Dalam kelompok kajian itu, Ibnu Sina mengajarkan bidang yang dikuasainya, yaitu kedokteran dan filsafat.

Menurut Juzajani, ia sering diminta untuk membacakan buku karya gurunya yang berjudul Al Syifa. Murid lainnya diminta membacakan Al Qanun. Setelah kajian usai, para murid dan mereka yang datang akan menyantap makanan dan minuman sambil menikmati lagu-lagu.

Penyair ternama di Suriah, Al Ma'ari, juga membentuk kelompok kajian yang dipusatkan di rumahnya, Kota Ma'ara. Mereka yang datang ke sana berasal dari berbagai wilayah di dunia. Ada satu orang yang setia mendatangi kajian dan menjadi murid setianya, yaitu Al Abhari.

Bahkan, Al Ma'ari memiliki julukan pada muridnya itu, yaitu Penjaga Dua Penjara. Sebab, Al Abhari merupakan seorang tunanetra dan selalu berada di rumah gurunya, Al Ma'ari. Al Abhari mendapat bimbingan penuh dari gurunya itu dalam kajian ilmu sastra.

Cendekiawan dari Naisapur, Bu Ja'rafak, hampir tak pernah meninggalkan rumahnya karena dijadikan sebagai tempat kajian. Kecuali, untuk menjadi imam shalat di masjid. Banyak orang yang berdatangan ke rumahnya untuk belajar.

Dia memiliki beragam karya, misalnya dalam bidang ilmu Alquran, tafsir, tata bahasa, dan leksikografi yang telah dipublikasikan secara luas. Ia telah mengantarkan banyak orang menguasai beragam ilmu yang dikuasainya.

George A Makdisi dalam Cita Humanisme Islam mengungkapkan, selain rumah, toko buku, dan ruang terbuka, juga banyak digunakan sebagai tempat kajian. Salah satunya, ungkap cendekiawan bernama Al Qifthi, dilakukan sastrawan penjual buku, Abdullah Al-Azdi.

Azdi memanfaatkan tokonya yang ada di Baghdad sebagai tempat membentuk kelompok kajian. Para sastrawan banyak berdatangan untuk melakukan pertemuan dan diskusi mengenai sastra. Di tempat itu, perdebatan sudah bukan hal yang aneh.

Selain itu, kajian berbagai ilmu pengetahuan dilakukan pula di ruang terbuka. Seorang ahli bahasa, Tsa'lab, sering mengajar murid-muridnya di halaman rumahnya. Saat akan bepergian, ia akan meminta cendekiawan lain, misalnya, Mubarrad Al-Bashri untuk menempati posisinya.

Bahkan, karena begitu sibuk menjalankan profesinya, seorang dokter bernama Abu Al Fadha'il, menjalankan kajian ilmu dan mengajar murid-muridnya sambil berkeliling mengunjungi para pasiennya. Ia berprinsip, kajian ilmu tetap bisa dilakukan meskipun dalam kondisi sibuk.

Al Fadha'il juga tak merasa terganggu dengan mengisi kelompok kajian itu. Ini menjadi sarana baginya untuk berbagi ilmu dengan orang-orang yang berminat mempelajari kedokteran.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement