REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mengusulkan tiga wilayah kerja panas bumi (WKP) untuk ditetapkan menjadi WKP pada tahun ini. Pasalnya dari 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025, Panas Bumi ditargetkan dapat berkontribusi sebesar 7,2 Gigawatt (GW) atau setara 7.200 MW.
Direktur Panas Bumi, Yunus Saefulhak mengatakan tiga WKP tersebut meliputi potensi panas bumi antara lain Cubadak - Panti, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat, kemudian Sumani, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat dan terakhir Kadidia, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
"Ketiga wilayah usulan WKP tersebut merupakan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini dilakukan oleh Badan Geologi, KESDM," kata dia dalam acara rapat rencana penetapan WKP tahun 2017 di Semarang, lewat keterangan tertulis, pada Jumat (28/4).
Pemerintah, lanjut Yunus, berharap pengembangan ketiga WKP tersebut nantinya dapat meningkatkan rasio elektrifikasi dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. "Rencana penetapan WKP ini dilaksanakan secara transparan melalui penyiapan peta jalan (road map) pengembangan panas bumi dengan mempertimbangkan peta potensi panas bumi yang diterbitkan oleh Badan Geologi. Dalam proses penetapannya dilaksanakan secara partisipatif melalui koordinasi dengan instansi terkait, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan serta melibatkan para akademisi/praktisi di bidang panas bumi," tuturnya memaparkan.
Dengan proses penetapan WKP yang dilaksanakan secara partisipatif dan transparan tersebut, menurut Yunus, diharapkan dalam pengembangannya dapat berjalan lancar sehingga dapat memberikan kepastian investasi di bidang Panas Bumi. "Dalam penetapan WKP juga harus memenuhi kriteria pengkajian dan pengolahan data penyiapan Wilayah Kerja sesuai dengan diamanatkan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan WKP,"katanya.
Yunus menjelaskan, hingga saat ini pemerintah telah menetapkan 70 WKP dengan rincian 10 WKP telah berproduksi, 25 WKP pada tahap eksplorasi dan eksploitasi, 1 WKP dalam proses penerbitan IPB (WKP Seulawah Agam), dan 35 WKP dalam persiapan penugasan kepada BUMN dan pelelangan WKP. "Panas bumi perlu dikembangkan secara optimal untuk dapat memberikan kebaikan yang merata di seluruh Nusantara, mengingat bahwa hingga saat ini pemanfaatan panas bumi belum berjalan secara optimal," tutur dia.
Faktanya, tambah Yunus, walaupun memiliki potensi panas bumi yang melimpah pemanfaatannya sebagai pembangkit listrik untuk periode 2006 hingga saat ini dari 852 MW menjadi 1643,5 MW, atau rata-rata sekitar 79,15 MW per tahun sehingga perlu dukungan semua pihak untuk percepatan pemanfaatan seluruh potensi panas bumi yang ada di Indonesia termasuk pengembangan potensi yang berada pada kawasan Hutan Konservasi. Hal ini mengingat ada pengaturan lagi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Hal ini merupakan salah satu tantangan yang harus kita atasi bersama," ujarnya menegaskan.
Guna mengatasi kendala dalam pengembangan panas bumi, lebih lanjut Yunus, Pemerintah melakukan terobosan-terobosan untuk mempercepat pengembangan panas bumi. Antara lain, penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi panas bumi, pengeboran eksplorasi oleh pemerintah (government drilling), pelelangan WKP diutamakan di daerah Indonesia bagian Timur, penugasan pengusahaan panas bumi kepada BUMN dan terakhir penyederhanaan perizinan dan non perizinan di bidang panas bumi.
"Ketercapaian target pemanfaatan panas bumi tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi Negara, baik dalam bentuk penerimaan pajak atau bukan pajak maupun multiple effect yang diberikan melalui terbukanya lapangan pekerjaan baru," ujarnya.