Rabu 03 May 2017 07:02 WIB

Sri Mulyani: Pemerintah Waspadai Deflasi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah  tak hanya menjaga angka inflasi tetap rendah, tetapi juga mewaspadai indikasi rendahnya daya beli masyarakat yang bisa saja tercermin dari deflasi. Meski bulan ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat inflasi rendah di level 0,09 persen, tetapi pemerintah menegaskan untuk tetap menjaga laju inflasi di level rendah tanpa mengesampingkan kondisi daya beli masyarakat.

Secara umum, tren inflasi sejak Januari hingga April 2017 masih tercatat rendah, didukung oleh deflasi yang sempat terjadi pada Maret lalu sebesar -0,02 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tantangan terbesar pemerintah saat ini salah satunya adalah menjaga daya beli masyarakat. Menurutnya, hal ini lebih sulit lagi karena harus berjalan beriringan dengan target inflasi di rentang tiga persen sampai lima persen untuk 2017.

"Apa yang dihasilkan kita tetap menjaga inflasi sesuai dengan keinginan untuk tidak terlalu jauh dari tahun 2016 yang lalu," ujar Sri di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (2/5).

Ia mengatakan, secara umum angka inflasi rendah bahkan deflasi memberikan keuntungan bagi masyarakat perkotaan lantaran harga yang tak melonjak atau malah mengalami penurunan. Namun, menurut Sri, di satu sisi fenomena ini patut diwaspadai lantaran harga di level petani bisa saja terpukul sehingga justru ikut memukul perekonomian petani atau bahkan kelompok ekonomi lemah.

"Mungkin kita juga harus waspada kalau dari sisi kesenjangan karena masyarakat petani terutama petani-petani yang mendapatkan harganya menjadi sangat rendah juga perlu untuk dijaga daya belinya," ujarnya.

Sebelumnya, kebijakan pemerintah dan perseroan untuk mengalihkan subsidi listrik golongan 900 volt ampere (VA) pada Maret 2017 ternyata masih memberikan imbas terhadap tingkat inflasi nasional. BPS merilis, pada April 2017 ini terjadi inflasi sebesar 0,09 persen secara bulan ke bulan dan 4,17 persen tahun ke tahun (yoy). Tingkat inflasi April ini naik tipis dibandingkan Maret 2017 lalu yang justru terjadi deflasi sebesar 0,02 persen.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menjelaskan, raihan inflasi pada April 2017 ini dianggap sudah sesuai target pemerintah untuk menjaga laju inflasi. Apalagi, kata dia, bila mengingat Mei ini sudah maasuk Bulan Puasa. Secara umum, BPS menyebutkan bahwa inflasi April 2017 lebih disebabkan oleh inflasi oleh kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,93 persen. Namun, besarnya inflasi yang terjadi masih bisa ditahan oleh angka deflasi yang disumbang oleh kelompok pengeluaran bahan makanan, dengan angka deflasi -1,13 persen.

BPS juga merinci, dari 82 kota yang disurvei Indeks Harga Konsumen (IHK), 53 kota mengalami inflasi dan 29 kota sisanya mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di kota Pangkalpinang dengan nilai 1,02 persen. Sementara inflasi terendah dicapai Cilacap sebesar 0,01 persen. Sedangkan untuk deflasi, angka tertinggi tercatat di Singaraja sebesar 1,08 persen dan deflasi terendah terjadi di Manado dan Jakarta sebesar 0,02 persen. Artinya, inflasi komponen inti April 2017 sebesar 0,13 persen, dengan inflasi komponen inti tahun kalender sebesar 1,17 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement