REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah ini terjadi saat Rasulullah SAW sakit cukup lama. Ia merasa bahwa waktunya telah dekat untuk kembali pada Allah. Sehingga satu waktu, ia mengumpulkan para sahabat.
Saat sakit, Rasulullah SAW sampai tidak dapat shalat berjamaah dengan para sahabatnya di masjid. Dari buku 'Kisah Teladan Rasulullah Menghadirkan Jiwa Muraqabah Lewat Puasa', diriwayatkan Rasulullah SAW meminta beberapa sahabat membawanya ke Masjid. Beliau duduk di atas mimbar dan meminta Bilal memanggil semua sahabatnya untuk datang ke masjid.
Rasulullah SAW bersabda, "Wahai sahabat-sahabatku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan semua kepadamu, bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah Tuhan yang layak disembah?"
Semua sahabat menjawab dengan suara bersemangat, "Benar wahai Rasulullah, Engkau telah sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah Tuhan yang layak disembah.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Persaksikanlah ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka." Kemudian Rasulullah bersabda lagi, dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.
Hingga akhirnya sampailah kepada satu pertanyaan yang menjadikan para sahabat sedih dan terharu. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, aku akan pergi bertemu Allah. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang dengan kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau jika bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia."
Ketika itu semua sahabat diam. Dalam hati masing-masing mereka berkata, "Mana ada Rasullullah SAW berhutang dengan kita? Kamilah yang banyak berhutang dengan Rasulullah.”
Namun tiba-tiba, bangun seorang lelaki yang bernama Akasyah. Ia berkata, "Ya Rasulullah! Aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta kau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa.”
Sahabat lain keheranan. Maka Akasyah pun mulai bercerita, "Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu, satu ketika engkau menunggang kuda, lalu Engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda. Tetapi, cemeti tersebut tidak kena pada belakang kuda, sebenarnya cemeti itu terkena pada dadaku karena ketika itu aku berdiri di sebelah belakang kuda yang engkau tunggangi wahai Rasulullah.”