REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Hari itu, Ahad (4/6), tidak seperti hari-hari biasa. Suasana permakaman di area Pondok Pesantren Tebuireng Dusun Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, terlihat lengang.
Area tersebut merupakan permakaman tokoh nasional pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan pendiri Ponpes Tebuireng, Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari, beserta keluarganya termasuk makam pahlawan nasional KH Wahid Hasyim yang merupakan putra KH Hasyim Asyari. Serta makam Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan anak dari KH Wahid Hasyim atau cucu KH Hasyim Asyari.
Area permakaman terletak di bagian dalam pondok putra. Area tersebut diberi pembatas berupa pagar untuk memisahkan dengan aktivitas santri di pondok. Selain itu, lokasi makam juga diberi pagar lagi untuk memisahkan dengan tempat para peziarah untuk berdoa.
Selama bulan Ramadhan, jumlah peziarah di makam Gusdur memang tidak seperti hari-hari biasa. Salah satu pengurus Ponpes Tebuireng Samsul Rizal, mengatakan saat Ramadhan biasanya jumlah peziarah lebih sepi dibandingkan hari-hari biasa.
"Rata-rata jumlah peziarah saat Ramadhan sebanyak 100-200 pengunjung," ucapnya saat ditemui Republika.co.id di kantor pondok putra, Ahad (4/6).
Sedangkan pada hari-hari biasa, Samsul menuturkan, pada Senin-Kamis jumlah pengunjung mencapai 3.000 orang. Kemudian pada Jumat-Ahad jumlahnya meningkat menjadi 5.000-10.000 orang. "Kalau kemarin sebelum Ramadhan peziarah mbludak hampir 10.000 orang," ungkapnya.
Di samping itu, selama Ramadhan para penjual aksesoris yang berada di dalam area pondok maupun luar pondok lebih banyak libur. Hal itu dikarenakan sepinya peziarah. Menurut Samsul, saat kios-kios itu buka, ada banyak macam aksesoris yang dijual seperti baju, gantungan kunci, buku, dan lainnya.
Saat Republika.co.id memasuki area makam, hanya terlihat beberapa peziarah. Sekitar belasan peziarah yang tengah berdoa. Salah satu peziarah, Kuni Ani Rohayati (27) mengatakan baru pertama kali berziarah ke makam Gus Dur.
Tahun-tahun sebelumnya ia beberapa kali mengikuti rombongan dari kampungnya untuk berziarah ke makam para Wali Allah. Kuni mengaku berziarah untuk mendoakan kepada yang telah tiada. Ia berangkat dari Kediri bersama suaminya.
"Berdoa di manapun tergantung niatnya, tidak harus di tempat ziarah. Cuma kalau di sini kita menghormati mendiang yang sebelumnya berjasa," ucapnya.