Rabu 07 Jun 2017 04:56 WIB

'Wajib Pajak yang Sudah Ikut Amnesti tak Perlu Khawatir'

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi meminta masyarakat tak perlu khawatir dalam menghadapi era keterbukaan informasi keuangan per 2018. Sesuai dengan aturan terbaru yang diterbitkan Kementerian Keuangan, maka saldo dana nasabah di atas Rp 200 juta harus dilaporkan oleh perbankan kepada otoritas pajak.

Ken menjelaskan, angka Rp 200 juta dijadikan sebagai batas pelaporan lantaran mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Selain itu, angka itu dianggap sebagai angka yang mewakili penerimaan rata-rata pegawai termasuk sebagian Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Sebetulnya kalau sudah ikut amnesti pajak enggak masalah. Kalau gaji kan pasti sudah dipajaki ya. Tak perlu khawatir," jelas Ken usai menghadiri rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (6/6).

Ditjen Pajak, lanjut Ken, akan melakukan pengecekan antara nilai saldo akhir tahun dan penghasilan yang diterima oleh pemilik rekening. Ia menjelaskan, pajak hanya dikenakan kepada obyek pajak seperti penghasilan. Artinya, selama seluruh harta yang dimiliki sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan maka tak perlu ada yang dirisaukan.

"Kalau sudah dipajaki ya sudah engga diperiksa. yang dipajaki ya, bukan simpanan. Yang dipajaki adalah obyek pajak. Bukan kamu punya duit terus dipajaki. Misalnya kamu punya duit 100 di bank, masa 100 itu saya tarik," katanya.

Mulai tanggal 31 Mei 2017 lalu, pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70 tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Beleid tersebut dibuat untuk mengatur lebih rinci mengenai mekanisme pertukaran informasi, sekaligus memastikan bahwa data keuangan yang dipertukarkan tidak disalahgunakan.

Sri menjelaskan, terdapat lima jenis data terkait nasabah yang wajib dilaporkan oleh lembaga jasa keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Kelimanya adalah identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga keuangan, saldo rekening keuangan pada akhir tahun kalender, dan penghasilan terkait rekening keuangan.

Rinciannya, identitas pemegang rekening keuangan harus mencakup nama, alamat, negara domisili untuk kepentingan pajak, tempat dan tanggal lahir bagi orang pribadi, serta identitas pengendali bagi entitas. Sementara penghasilan terkait dengan rekening keuangan harus mencakup bunga, dividen, dan jumlah lain yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening keuangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement