REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyakini masyarakat Indonesia sudah siap dengan penyederhanaan atau redenominasi rupiah. Ia mencontohkan, dalam praktik keseharian masyarakat, penyederhanaan itu sebenarnya sudah banyak dilakukan.
"Orang di warung atau di restoran kecil saja kalau ditanya "berapa satu porsi?" (Jawabnya) 12, maksudnya Rp 12 ribu," kata Darmin, di kantornya, Jakarta, Senin (24/7).
Menurutnya, melakukan penyederhanaan rupiah pun tak sulit dan tak membutuhkan biaya besar. Sebab, masa transisi dari rupiah lama ke rupiah yang nilainya sudah diredenominasi juga pasti akan memakan waktu panjang, kira-kira 5-7 tahun.
Padahal, kata Darmin, meski tidak ada redenominasi pun uang rupiah selalu diganti dengan uang baru. Untuk uang dengan nominal kecil seperti Rp 2.000, pergantiannya bisa setiap dua tahun sekali. "Karena perpindahan tangannya mulai dari tukang ikan, tukang sayur, segala macam. Rusaknya itu 2-3 tahun," kata dia.
Sedangkan uang kertas nominal besar mulai dari Rp 20 ribu ke atas biasanya diganti tiap lima tahun. Sehingga, kata Darmin, sebenarnya tidak ada tambahan biaya yang berarti jika redenominasi diterapkan.
Selain itu, Darmin mengatakan, jika rupiah tidak disederhanakan, maka dalam aktivitas tawar-menawar barang ada kecenderungan naik atau turunnya harga di kelipatan Rp 1.000. "Kalau dia bilang (harganya) 12, masa ditawar 11 seperempat deh, kan nggak."
Sementara, jika nilai rupiah disederhanakan, ia memperkirakan, nilai dalam tawar-menawar pun akan makin kecil. Dengan begitu, maka uang logam akan kembali banyak dipakai.