REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pe'i Muhammad sudah terlanjur cinta dengan Ford Ranger edisi 2010. Mobil double cabin ini memang nyaman untuk Pe'i yang berusia 25 tahun. Meski Ford sudah hengkang dari Indonesia tiga tahun lalu, Pe'i tetap enggan menjual mobilnya.
"Sudah terlanjur nyaman, tapi ada keterbatasan dana juga buat beli mobil baru dengan jenis yang sama," kata Pe'i kepada Republika, belum lama ini.
Padahal, sebelumnya Pe'i kesulitan mencari suku cadang. Maklum saja, Pe'i berdomisili di Yogyakarta. Namun, ia berhasil mendapatkan suku cadang yang dibutuhkan setalah memesan di Jakarta.
Beruntung, Ford Ranger miliknya bandel. Saat ini, mobilnya masih dalam kondisi sehat.
Berbeda dengan Pe'i, Eka Visyugariawan harus galau dan pusing tujuh keliling. Punya mobil yang sama dengan Pe'i, Ford Ranger milik Eka punya masalah di mesin. Alhasil, mobil Eka nyaris jadi bangkai di kediamannya di Kabupaten Kerinci, Jambi.
"Saya pusing cari suku cadangnya sekarang. Apalagi bengkel resminya sudah tidak ada lagi," ungkap Eka.
Padahal, mobilnya tidaklah rusak parah. Setelah Ford pergi dari Indonesia, ia kesulitan mencari suku cadang. Pasalnya, barang yang ia butuhkan tidak tersedia dalam jumlah banyak.
Keinginan menjual si Ford Ranger sudah ada. Hanya saja, calon pembeli tentu ogah membeli mobil rusak.
"Ya harus diperbaiki dulu, barulah mungkin ada orang yang mau beli," kata Eka yang memakai Ford Ranger untuk membantunya bekerja di ladang.
Chevrolet All New Captiva
Sama-sama ditinggal pergi merek pujaan, Yuda Ardi sebagai konsumen Chevrolet (Chevy) juga kesulitan mendapatkan suku cadang. Padahal, Chevy belum sepenuhnya hengkang dari Indonesia.
Beberapa waktu lalu, Yuda yang berdomisili di Padang, Sumatera Barat, sulit mendapatkan onderdil untuk Chevrolet Captiva miliknya. Menurutnya, suku cadang Chevrolet bagi konsumen di luar Pulau Jawa ibarat barang langka.
"Seperti beberapa hari lalu salah satu bagian mesin rusak. Bengkel bisa perbaiki, tapi onderdilnya itu tidak ada. Terpaksa memesanya di Jakarta," kata Yuda.
Namun, apa mau dikata. Lagi-lagi kenyamanan tak bisa membuat Yuda berpaling dari si Captiva. Tak apa kesulitan spare part, kenyamanan tetap yang utama.
"Saya masih ragu. Memang onderdilnya sudah tidak ada lagi di Kota Padang, tapi saya juga sudah terlanjur nyaman pakai mobil ini," jelas Yuda.
Bila Yuda kebingungan, Fachrul Rozi justru mampu mengatasi kegalauan. Ia paham Chevrolet pergi, tetapi dirinya tetap enggan pindah ke lain hati.
Fachrul sedikit banyak sudah mempelajari karakteristik mesin mobil Chevrolet, khususnya tipe Spin LTZ miliknya. Bahkan untuk suku cadang, Fachrul mengaku banyak alternatif yang bisa diandalkan selain merek General Motors (GM).
Tak hanya itu, bergabung dengan komunitas Chevrolet juga membuatnya bisa mengatasi persoalan suku cadang. Itu sebabnya, Fachrul enggan melepas si lincah Spin LTZ.
"Jadi saya belum ada kepikiran buat ganti merek lain," kata Fachrul.
Di sisi lain, merek Kia yang dikabarkan gulung tikar memang masih sebatas kabar burung. Ini pula yang membuat Puja Putra masih bisa bernapas lega. Pemilik Kia Picanto ini tetap setia berada di balik kemudi Picanto.
Saya sudah nayaman dengan mobil ini. Irit bahan bakar juga kan," kata Puja.