REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Di tengah upaya pemerintah mendorong transaksi elektronifikasi, perbankan meminta adanya biaya yang dibebankan pada saat melakukan isu ulang (top up) kartu transaksi nontunai (e-money). Bank Indonesia (BI) pun telah menyetujuinya dengan angka yang tidak besar.
"Kita mengizinkan untuk ada tambahan biaya tapi sampai dengan jumlah tertentu," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat ditemui di Gedung BI KPw Banten, Jumat (15/9).
Ia belum bisa mengatakan berapa biaya yang akan dibebankan karena tengah dalam finalisasi Peraturan Bank Indonesia (PBI). PBI tersebut akan rampung dalam waktu dekat, bahkan akan keluar sebelum akhir September.
"Karena itu dalam bentuk perturan anggota dewan gubernur dan nanti akan ditindaklanjuti oleh perbankan atau lembaga keuangan," katanya.
Sebelumnya, BI menolak tegas adanya penarikan biaya isi ulang pada uang elektronik. Namun diakui Agus hal tersebut diperlukan untuk melancarkan penerapan transaksi non tunai di seluruh jalan tol di Indonesia.
Ia menjelaskan, itu artinya diperlukan teknologi berupa uang elektronik atau e-money. Keberadaan uang elektronik ini harus tersedia secara luas dan mudah didapatkan oleh masyayarakat yang jngin membeli kartu uang elektronik bagi pembayaran jalan tol.
Tidak hanya itu, diperlukan fasilitas untuk isi ulang pada kartu e-money yang juga harus tersedia secara luas. "Kalau kita tidak izinkan lembaga keuangan atau bank mengenakan biaya untuk top up itu, nanti ketersediaan fasilitas itu akan terbatas," ujar dia.
Agus pun meminta masyarakat memahami keputusan tersebut untuk mendorong elektronifikasi secara luas dan berjalan efisien.