Ahad 17 Sep 2017 20:02 WIB

Hamas Dan Fatah Siap untuk Rekonsiliasi

Rep: Marniati/ Red: Joko Sadewo
Warga Palestina sambut gembira rekonsiliasi Hamas dan Fatah.
Foto: Al-Markaz Al-Filistini Lil I'lam
Warga Palestina sambut gembira rekonsiliasi Hamas dan Fatah.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kelompok Hamas Palestina telah sepakat untuk melakukan pembicaraan dengan gerakan Fatah untuk membubarkan komite administrasi Gaza dan mengadakan pemilihan umum sebagai cara untuk menerapkan kesepakatan untuk mengakhiri perseteruan yang telah lama berlangsung.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Ahad, Hamas mengatakan telah menerima kesepakatanyang ditetapkan oleh Presiden Mahmoud Abbas, dan bersedia membubarkan komite administratif Gaza, sebuah badan yang dinilai oleh Otoritas Palestina Abbas (PA) sebagai pemerintah paralel.

Hamas juga mengundang sebuah pemerintahan persatuan yang dipimpin oleh Abbas untuk kembali ke Gaza dan menyatakan kesiapannya untuk melakukan perundingan dengan Fatah. Pemerintah persatuan dibentuk pada 2014, namun belum bisa beroperasi di Gaza.

"Hamas mengundang pemerintah konsensus untuk datang ke Gaza untuk menjalankan misinya dan menjalankan tugasnya di Jalur Gaza secepatnya, dan bersedia menerima pemilihan umum," kata Hamas seperti dilansir Aljazirah, Ahad (17/9).

Fatah menyambut baik janji yang disampaikan oleh Hamas. Namun mereka menginginkan adanya sebuah kesepakatan yang jelas sebelum menuju langkah selanjutnya.

Nabil Shaath, seorang penasihat Abbas, mengatakan Fatah sangat optimis dan siap untuk menjalankan rekonsiliasi.

"Begitu pemerintah konsensus mulai memerintah Gaza dan Tepi Barat, mulai berkembang secara ekonomi dan mulai memecahkan masalah ekonomi warga Gaza, langkah pertama akan memberi optimisme nyata untuk langkah kedua, yaitu pemilihan,"katanya dari Ramallah.

Menurutnya, pemilihanlegislatif dan presiden akan mengembalikan pemerintahan terpilih.

Otoritas Palestina yang didukung oleh Mahmoud Abbas dan dikuasai oleh Fatah, berperang melawan Hamas di Gaza pada tahun 2007, yang menyebabkan Hamas mengambil alih wilayah tersebut.

Sejak saat itu, kepemimpinan Palestina telah dibagi menjadi dua pemerintahan yang bersaing, dengan Hamas mengendalikan Gaza dan Abbas yang bertanggung jawab atas kantong-kantong otonom di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Upaya untuk mendamaikan keduanya dan membentuk pemerintah persatuan pembagian kekuasaan di Gaza dan Tepi Barat terus dilakukan di masa lalu. Namun upaya tersebut selalu gagal.

Keputusan Hamas yangbersedia mengadakan pembicaraan dengan Fatah terjadi setelah perundingan terpisah oleh delegasi Hamas dan Fatah dengan pejabat Mesir di Kairo dalam beberapa hari terakhir.

Kelompok Hamas mengatakan pihaknya menghargai upaya Mesir yang bersedia menjadi tuan rumah dalam upaya ini. Langkah ini mencerminkan keinginan Mesir untuk mengakhiri perpecahan dan mencapai rekonsiliasi, yang sesuai dengan keinginan Hamas untuk mencapai persatuan nasional.

Mesir telah menjadi perantara dalam pembicaraan Fatah dan Hamas untuk melaksanakan kesepakatan yang ditandatangani pada tahun 2011 di Kairo untuk mengakhiri perselisihan mereka dan membentuk pemerintahan sementara sebelum pemilihan

Perubahan sikapHamas sangat bergantung pada hubungan baru antara Hamas dan Mesir setelahkelompok tersebut memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin.

PemerintahanIkhwanul Muslimin, yang mengambil alih kekuasaan di Mesir setelah pemilihantahun 2012, digulingkan oleh militer pada tahun berikutnya. Sejak itu kelompokini telah dilarang di negara tersebut.

-TekananTerhadap Hamas

Hamas telah dilemahkan oleh blokade Israel dan Mesir, tiga perang dengan Israel dan isolasi internasional.

Pada bulan Maret, Abbas meningkatkan tekanan pada Hamas setelah membentuk komite kontroversial yang menjalankan Gaza. Sanksi yang diberikan termasuk memotong gaji pegawai yang tinggal di Gaza dan mengurangi pasokan listrik ke jalur tersebut.

Hamas mengatakan pihaknya membentuk komite tersebut setelah pemerintah persatuan gagal untuk bertanggung jawab atas pemerintahan Gaza.

Analis politik Khalil Shaheen, mengatakan langkah Hamas untuk membubarkan komite tersebut tidak dapat dielakkan sehubungan dengan tekanan dari Fatah dan semuaf aksi lainnya di dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

"Hamas diisolasi setelah membentuk komite ini. Tekanan dari Abbas terhadap Gaza meningkatkan kondisi politik dan ekonomi yang sudah mengerikan di Jalur Gaza," kata Shaheen.

Namun, membubarkan komite tersebut, tidak berarti bahwa Hamas menyerahkan kontrol atas institusi PA di Gaza.

Menurutnya, kesepakatan rekonsiliasi masih akan menghadapi banyak hambatan.

Dalam kesepakatan sebelumnya, termasuk kesepakatan yang diperantarai Mesir 2011, kedua belah pihak menyatakan kesediaan untuk melakukan rekonsiliasi, namun akhirnya menolak keras untuk menyerahkan kekuasaan di wilayah masing-masing.

Sebuah titik kunci di masa lalu adalah penolakan Hamas untuk menempatkan pasukan keamanannya di Gaza di bawah kendali pemerintahan Abbas.

Jalur Gaza, sebuah daerah kantong yang terdiri dari sekitar dua juta orang, menghadapi kondisi kemanusiaan yang memburuk, dengan krisis listrik yang parah dan kekurangan air bersih, dan permasalahan lainnya.

Perekonomian Gaza berantakan dan memiliki tingkat pengangguran tertinggi di dunia.

Pejabat PBB telah mendesak Israel untuk mencabut blokade yang telah dilakukan beberapa dekade di Gaza

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement