Senin 02 Oct 2017 14:56 WIB

Bangladesh Gelar Pertemuan dengan Myanmar Bahas Rohingya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pemerintah Bangladesh membuka pembicaraan dengan Myanmar di Dhaka pada Senin (2/10). Bangladesh meminta agar Myanmar dapat menjamin keamanan dan keselamatan para pengungsi Rohingya untuk kembali ke desanya masing-masing di Rakhine.

Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Myanmar diwakili oleh Kyaw Tint Swe, menteri untuk kantor kanselor negara Myanmar. Sedangkan Bangladesh mengutus beberapa pejabat kementerian luar negerinya.

Pada kesempatan itu, Kementerian Luar Negeri Bangladesh akan memfokuskan pembahasan tentang lima proposal yang telah telah disusunnya. Adapun yang diprioritaskan yakni tentang proses pengembalian para pengungsi Rohingya dari negaranya secara berkelanjutan. Selain itu, Bangladesh juga meminta Myanmar dapat menjamin keselamatan para pengungsi Rohingya yang kembali ke Rakhine.

Kendati demikian, Pemerintah Bangladesh menilai, pembahasan terkait krisis pengungsi ini tak akan selesai dalam satu pertemuan. "Kami tidak berpikir bahwa krisis ini bisa diselesaiakan dalam waktu satu pertemuan," kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Bangladesh.

Sebelumnya, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina telah menyerukan diakhirinya kekerasan terhadap etnis Rohingya. Ia juga meminta agar disiapkan zona aman di Myanmar untuk memungkinkan para pengungsi kembali kedesanya masing-masing.

Selain itu, Sheikh Hasina meminta agar misi pencari fakta PBB pergi ke Myanmar untuk menyelidiki penyebab gelombang pengungsi. Ia pun mengimbau Myanmar agar dapat menerapkan rekomendasi yang telah disusun sebuah tim yang dikepalai mantan sekretaris jenderal PBB Kofi Annan.

Menurut data PBB, sejak kekerasan pecah di Rakhine pada 25 Agustus, lebih dari setengah juta etnis Rohingya telah mengungsi ke zona perbatasan Bangladesh. PBB mengatakan krisis Rohingya merupakan keadaan darurat pengungsi tercepat di dunia. Kini mereka hidup hanya dengan mengandalkan bantuan kemanusiaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement