Senin 16 Oct 2017 16:22 WIB

Ketika Gereja dan Pub di Jerman Berubah Jadi Masjid

Masjid di jerman
Foto: dw.com
Masjid di jerman

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kumandang adzan mengalun merdu, memenuhi tiap sudut ruangan itu untuk memanggil setiap insan sejenak beribadah kepada Allah, Sang Maha Pencipta.

Tak ada kubah ataupun ciri khas bangunan yang menandakan itu masjid pada umumnya di Masjid Al Salam NBS Moschee & Kulturzentrum. Masjid yang berlokasi di Flughasfenstasse, Berlin, Jerman itu ternyata adalah bangunan bekas gereja yang tak lagi digunakan.

Imam Masjid Al Salam NBS Moschee & Kulturzentrum Syekh Muhammad Thaha mengatakan pada waktu itu gereja yang saat ini menjadi masjid bukan merupakan gereja untuk aliran tertentu, seperti gereja katolik atau evangelis.

"Dulunya bangunan ini adalah gereja indenpenden, tidak termasuk ke dalam satu aliran tertentu, dan gereja ini bukan gereja yang mengenakan pajak kepada jemaatnya," katanya.

Sebagaimana pada umumnya, lanjut dia, bila jemaat terdaftar dalam satu gereja, maka mereka wajib membayar semacam pajak kepada gereja tersebut.

Sejak berubahnya fungsi bangunan tersebut dari gereja menjadi masjid sejak tahun 2000-an, Thaha mengaku tidak begitu banyak renovasi untuk menyesuaikan bentuk serta arah kiblat.

Hanya podium yang diubah menjadi mihrab, tempat khusus untuk imam memipin shalat, dan mimbar bagi khatib atau juru dakwah. Keistimewaannya lagi, gereja itu menghadap ke Timur, sehingga tidak begitu sulit untuk menyesuaikan ke arah kiblat.

Thaha menuturkan di negara-negara yang bukan mayoritas Muslim, masjid bukan hanya tempat beribadah, tetapi juga pusat segala aktivitas, baik yang berhubungan dengan keagamaan maupun kemanusiaan. Di masjid yang Ia imami itu juga diadakan pembelajaran Bahasa Arab dan Alquran bagi anak-anak pada setiap akhir pekan.

Bukan hanya itu, juga diadakan pembekalan integrasi mengenai budaya bagi para imigran yang baru datang ke Jerman serta diskusi dengan komunitas, baik terkait sosial, budaya maupun politik. Masjid yang cukup luas itu terdiri dari dua lantai, yakni lantai pertama diperuntukkan bagi kaum pria dan lantai kedua untuk wanita.

Para Ibu terlihat membawa anak-anaknya ke masjid untuk mengikuti beribadah sementara anak-anak mereka belajar Bahasa Arab dan Al Quran. Tepat di depan bangunan masjid juga terdapat warung kecil yang menjual bahan makanan serta camilan halal.

Menerima Semua Jamaah

Tidak ada mahzab tertentu yang diajarkan di masjid yang cukup luas untuk menampung sekitar 500 jamaah itu. Thaha mengatakan pihaknya menerima seluruh jamaah dengan aliran yang dianutnya, termasuk Syiah.

"Ada banyak jamaah yang beribadah di sini, termasuk Syiah, mereka datang ke sini untuk shalat dan melakukan ibadah lainnya," ujar pria asal Tunisia itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement