Senin 30 Oct 2017 14:52 WIB

PGI: Posisi Utusan Khusus Presiden Strategis

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berbincang bersama Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan), Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kedua kanan) dan Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Henriette T. Hutabarat (kiri) usai pertemuan dengan tokoh lintas agama (Ilustrasi)
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berbincang bersama Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan), Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kedua kanan) dan Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Henriette T. Hutabarat (kiri) usai pertemuan dengan tokoh lintas agama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Dr Henriette T Hutabarat-Lebang menyampaikan, sangat menghargai kunjungan Prof Din Syamsuddin ke kantor PGI. PGI mengucapkan selamat kepada Prof Din yang mendapatkan tugas sebagai utusan khusus presiden dan mendoakannya supaya diberi kekuatan dalam menjalankan tugas.

Pendeta Henriette mengatakan, posisi sebagai utusan khusus presiden untuk dialog dan kerja sama antar agama dan peradaban sangat strategis. Terutama untuk membangun kebersamaan dan kesatuan masyarakat Indonesia yang majemuk.

"Kita semua mempunyai tanggung jawab merawat kemajemukkan yang merupakan anugerah Tuhan Allah bagi Bangsa Indonesia," kata Pendeta Henriette saat konferensi pers di Kantor PGI, Senin (30/10).

Ia menerangkan, kemajemukkan merupakan kekayaan yang luar biasa. Tuhan Allah mempercayakannya kepada rakyat Bangsa Indonesia untuk membangunnya. Sehingga dapat tercipta negara yang damai, sejahtera dan berkeadilan.

Dikatakan dia, Prof Din juga berencana akan mengadakan pertemuan tokoh-tokoh lintas agama. Untuk membicarakan komitmen bersama, yang lebih penting aksi bersama merajut kemajemukkan. Juga bagaimana mendampingi umat dalam dialog, kehidupan dan interaksi sehari-hari. Serta tekad bekerja bersama-sama untuk membangun masyarakat Indonesia.

Selain itu, bagaimana menciptakan visi yang sama dan memperkuat NKRI yang berdasarkan Pancasila. Juga bagaimana menciptakan masyarakat Indonesia yang berkeadaban. "Saya kira ini yang kita harapkan dapat terjadi dan kerja sama ini sangat penting," ujarnya.

Menurut Pendeta Henriette, banyak masyarakat Internasional yang ingin tahu bagaimana Indonesia mampu hidup bersama dalam kemajemukkan. "Banyak yang ingin tahu dan belajar dari pengalaman Indonesia," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement