Senin 30 Oct 2017 17:45 WIB

Kini Ada Kafe Nonalkohol di Kuba

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
   Muslim Kuba berkumpul untuk makan Iftar atau buka puasa bersama di Havana, Cuba, Jumat (3/8).   (Desmond Boylan/Reuters)
Muslim Kuba berkumpul untuk makan Iftar atau buka puasa bersama di Havana, Cuba, Jumat (3/8). (Desmond Boylan/Reuters)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Jorge Miguel Garcia, yang nama muslimnya adalah Khaled, adalah pemilik kafe di Santiago. Tempatnya bekerja kerap dimanfaatkan untuk pertemuan informal komunitas Muslim dan populer dengan orang-orang Kuba yang tidak beragama.

Khaled masuk Islam dari Baptisan. Istrinya yang berusia 20 tahun tetap menjadi seorang Baptis. Dia dulu bekerja di bidang kedokteran forensik. Ketika pemerintah mengizinkan orang Kuba memulai usaha kecil, dia memanfaatkan kesempatan itu.

Tidak seperti lain, kafe dia tidak menyediakan minuman alkohol. Ijtihad itu tidak pernah menjadi persoalan. Masyarakat Kuba memahami pilihan bisnis itu dengan baik.

Ide awalnya tempat itu akan dijadikan tempat impor suku cadang sepeda motor. Namun, menjalankan bisnis itu tidak masuk dalam daftar perusahaan yang diizinkan di Kuba. Dia mendirikan kafe olahraga dengan seorang teman non-Muslim.

Mereka menjual hidangan yang termasuk daging babi, tapi Khaled berharap suatu hari bisa menjalankan kafe tersebut sepenuhnya sesuai dengan aturan Islam. Dia yakin itu masih bisa menjadi bisnis yang layak.

Memang benar bahwa orang Kuba sangat terikat pada produk daging babi. Tapi keadaannya sedang berubah. Orang mencoba masakan baru. Saya menjual pizza vegetarian, yang tidak Anda lihat di tempat lain, dan tidak seperti kafe lainnya, kami tidak melayani alkohol dan itu tidak pernah menjadi masalah," kata dia

Baginya, bisnis kafe adalah pekerjaan yang berharga. Meski tidak disengaja, tempat itu menjadi wadah meningkatkan pemahaman orang-orang Kuba tentang Islam. Orangorang yang datang untuk pertama kalinya selalu bertanya tentang Islam.

Dia menyukai itu. Banyak yang kembali secara khusus karena mereka menganggapnya sebagai tempat yang sehat. Semua orang diperlakukan dengan hormat. Pelayanan seperti itu merupakan ajaran Islam yang menghormati sesama. Ini adalah wujud perdamaian, cinta, dan kepasrahan kepada Allah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement