Sabtu 18 Nov 2017 05:54 WIB

Kelaparan, Ahli Ibadah Ini Sering Dianggap Gila, Siapa Dia?

Rep: Mgrol97/ Red: Agus Yulianto
Sampul depan buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi.
Foto: bukudiskon.com
Sampul depan buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi.

REPUBLIKA.CO.ID,  Dia bernama Abu Hurairah. Dia adalah ahli ibadah yang begitu banyak meriwayatkan hadits sehingga tidak tertandingi oleh sahabat lainnya. Namun, terkadang ia sering dianggap memiliki penyakit gila. Padahal, ia menderita kelaparan.

Dikisahkan dari buku “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a bahwa pada suatu hari, sambil membersihkan hidungnya dengan sapu tangan katun, Abu Hurairah berbicara sendiri, “Wahai, lihatlah Abu Hurairah, sekarag ia membersihkan hidungnya dengan sapu tangan bagus dari katun. Padahal, aku masih ingat bagaimana aku dahulu ketika jatuh pingsan di antara mimbar dan rumah Nabi SAW. Orang-orang menyangka aku telah gila, sehingga mereka menginjak leherku dengan kaki mereka. Sebenarnya aku tidak gila, tetapi sedang kelaparan.”

Karena tidak makan berhari-hari, Abu Hurairah ra. mengalami kelaparan yang luar biasa. Bahkan terkadang ia jatuh pingsan karena lapar. Dan orang-orang menyangka ia terserang penyakit gila. Pada masa itu, penyakit gila bisa disembuhkan dengan cara diinjak lehernya dengan kaki.

Abu Hurairah ra. bercerita, “Andaikan kalian perhatikan keadaan kami dahulu, maka kalian akan menjumpai bahwa ada di antara kami yang tidak dapat berdiri karena lapar, karena berhari-hari tidak makan sedikit pun.

Ia pernah terbaring sambil menekan perut ke tanah bahkan kadangkala mengikatkan batu di perutnya, karena lapar yang amat sangat. Suatu ketika ia sengaja duduk-duduk di pinggir jalan tempat berlalu lalang orang-orang. Ia berharap semoga ada orang yang mengenalinya.

Kemudian datanglah Abu Bakar ra, maka Abu Hurairah ra mengajaknya berbincang-bincang. Ia  berharap Abu Bakar ra akan mengajak ke rumahnya sebagaimana kebiasaan mulia beliau; yakni menyuguhkan makanan yang ada kepada tamunya.

Namun kali ini Abu Bakar tidak mengajak ia ke rumahnya dan tidak banyak berbicara. “Mungkin tidak terpikir olehnya untuk mengajakku ke rumahnya, atau karena keadaan rumahnya yang tidak ada makanan,” ujar Abu Hurairah ra.

Kemudian lewatlah Umar ra, namun kali ini harapan Abu Hurairah ra gagal. Akhirnya datangnyalah Nabi SAW. Beliau tersenyum ketika melihat Abu Hurairah. “Beliau langsung memahami keinginanku,” kata Abu Hurairah ra.

Rasulullah SAW bersabda, “Mari ikut aku, wahai Abu Hurairah.” Maka, ia pun mengikuti Rasulullah sampai ke rumah Beliau dan diizinkan masuk. Di dalam rumah Rasulullah terdapat semangkuk susu yang sengaja dihidangkan untuk Beliau.

Rasulullah bertanya kepada orang di rumah, “Dari mana susu ini?” ternyata susu tersebut adalah hadiah dari seseorang untuk Nabi SAW. Lalu Beliau berkata kepadanya, “Hai Abu Hurairah, panggilah Ahli Shuffah kemari.”

Ahlu Shuffah adalah tamu-tamu Islam. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan, bahkan sumber makan yang jelas juga tidak ada. Biasanya Nabi SAW, menitipkan mereka dua-dua atau empat-empat kepada sahabat yang mampu. Beliau sendiri biasa menerima dua orang Ahlu Shuffah sebagai tamunya.

Jumalah Ahlu Shuffaf tidak menentu, kadang banyak, kadang sedikit. Ketika kisah ini terjadi, mereka berjumlah tujuh puluh orang. Telah menjadi kebiasaan Nabi SAW jika datang makanan dari mana saja, seperti sedekah, maka Beliau akan membagikan makanan itu kepada mereka. Namun, Beliau tidak ikut makan beserta mereka. Jika makanan itu berasal dari hadiah, Beliau akan mengundang mereka untuk makan bersama.

Pada saat itu pula Rasulullah menyuruh Abu Hurairah ra untuk mengundang mereka minum bersama. Ketika harus mengundang para sahabat, Abu Hurairah ragu apakah susu yang ada akan mencukupi. Setelah memanggil Ahlu Shuffah, ia disuruh oleh Nabi SAW untuk membagikan susu tersebut.

Abu Hurairah berkata, “Dalam benakku terpikir bahwa giliranku adalah yang terakhir, bahkan mungkin aku tidak akan mendapat sisa sedikit pun.” Tetapi merupakan perbuatan yang mustahil, jika ia tidak mentaati perintah Nabi SAW.

Ia berkeliling memegang mangkuk susu itu dan menyuguhkan kepada setiap orang yang hadir pada saat itu. Mereka pun minum sepuasanya. Setelah mereka puas, barulah susu itu dikembalikan kepada Abu Hurairah. Kemudian Nabi SAW memegang mangkuk itu dengan tangannya yang penuh berkah.

Beliau berkata kepada Abu Hurairah, “Sekarang tinggal kita berdua.” Abu Hurairah berkata, “Benar, ya Rasulullah.” Sabda Beliau, “Sekarang minumlah.” Maka, Abu Hurairah langsung meminumnya, lalu berhenti. Sabda Nabi SAW, “Ayo minumlah lagi.” Ia pun minum lagi, dan terus meminumnya, sehingga ia berkata, “Ya Rasulullah, sekarang aku tidak dapat minum lagi.” Akhirnya, Beliau meminum susu yang tersisa dari mangkuk tersebut.

Abu Hurairah ra. termasuk golongan orang yang sabar dan qana’ah. Ia sering mengalami kelaparan seperti itu. Sampai pada suatu masa, ketika Allah SWT memberikan kejayaan kepada kaum Mulsimin, keadaan mereka mulai bertambah baik.

Ia memiliki sebuah kantong berisi biji-bijian kurma yang ia gunakan untuk berzikir. Bila kantong itu telah kosong, maka budaknya memenuhinya kembali dan diletakkan di samping Abu Hurairah ra. Maka, ia mulai bertasbih lagi dari awal.

Ia, istrinya, dan pelayannya, biasa membagi malam menjadi tiga bagian. Mereka menghidupkan setiap malam dengan tiga giliran, sehingga sepanjang malam selalu dihidupkan dengan ibadah kepada Allah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement