REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum menerima cahaya iman, Hamzah bin Abdul Muthalib larut dalam kehidupan duniawi. Ia gemar mabuk-mabukan dan berfoya- foya. Ia juga bersikap begitu fanatik terhadap sukunya, Bani Hasyim.
Bila merujuk pada nasab, Hamzah merupakan salah seorang paman Nabi Muhammad SAW. Tapi, saat itu Hamzah bin Abdul Muthalib masih acuh tak acuh terhadap ajaran yang disebarkan ke ponakannya tersebut.
Sekalipun membela Muhammad, hal itu dilakukannya lebih karena fanatisme kesukuan. Siapa pun yang menyakiti Muhammad, Hamzah bin Abdul Muthalib tidak akan tinggal diam. Suatu malam, Hamzah berjalan pulang ke rumahnya.
Ia baru saja selesai berburu. Di tengah perjalanan, seorang budak milik Abdullah bin Jud'an mencegatnya. Bukan main kagetnya Hamzah mendengar perempuan itu berkata setengah berteriak, Wahai Tuan, alangkah hinanya keturunan Abdul Muthalib!
Ada apa? tanya Hamzah yang mencoba mengendalikan dirinya.
Kalau Tuan melihat apa yang dilakukan Hakam bin Hisyam terhadap keponakan Tuan, Muhammad, tentu Tuan akan marah besar. Kondisinya sangat menyedihkan karena keponakan Tuan itu dicaci-maki dan disakitinya, kata budak perempuan ini. Hakam bin Hisyam adalah nama lain Abu Jahal.
Amarah Hamzah tidak bisa dikendalikan lagi. Benarkah kata-katamu ini, wahai budak? tanya Hamzah.
Sungguh, saya tidak berdusta, Tuan,jawab perempuan yang masih menyembunyikan keislamannya itu. Maka, Hamzah bin Abdul Muthalib bergegas pergi ke kediaman Nabi Muhammad. Ia ingin mendengarkan kabar ini langsung dari keponakannya itu. Bagaimanapun, Hamzah sangat benci bila Muhammad dihina di depan umum sampai-sampai seorang budak menganggap rendah tabiat Bani Hasyim, khususnya anak-cucu Abdul Muthalib.
Kebetulan, Hamzah berpapasan dengan beberapa orang yang sedang berkumpul di tepi jalan. Salah satunya adalah Abu Jahal. Bahkan, saat itu Abu Jahal sedang menjelek-jelekkan Nabi Muhammad dengan kata-kata yang sangat menghina.
Begitu mendengar celotehan Abu Jahal, Hamzah segera mengambil busur panahnya dan memukul kepala Abu Jahal dengan benda itu sekeras mungkin hingga mengucurkan darah. Abu Jahal tersungkur di depan anak buahnya.
Hai Hakam! Sekali lagi kamu menghi na keponakanku, berikutnya kamu akan saya lawan lebih keras lagi! bentak Hamzah.
Apa kamu sekarang sudah melindungi Muhammad? Apa kamu telah keluar dari ajaran nenek moyang kita? tanya Abu Jahal sambil menahan kesakitan kepada Hamzah.
Saya tidak peduli dengan kata- katamu. Buat saya, apa yang diucapkan Muhammad itu benar, tegas Hamzah. Ia kemudian meneruskan perjalanannya ke rumah Nabi Muhammad.
Sesampainya di sana, Hamzah menemui Rasulullah dan menanyakan keadaannya. Kemudian, Hamzah bertanya ke pada keponakannya itu, Wahai kepona kanku, saya telah melakukan perbuatan yang saya sendiri tidak tahu apakah benar atau salah. Karena itu, kabarkanlah kepa da saya kebenaran yang engkau bawa. Saya sangat menantikan nasihat-nasihatmu.